Sabtu, 04 Februari 2012

Hukum ‘Umrah Menurut Madzhab yang Empat


Syaikh Dr. Wahbah az-Zuhaili hafizhahullah dalam kitab fiqih beliau, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, menjelaskan perbedaan pendapat para ‘ulama madzhab tentang hukum ‘umrah, wajib ataukah sunnah muakkadah.
Pendapat yang Menyatakan Sunnah Muakkadah
Menurut Hanafiyah dan pendapat yang terkuat dari Malikiyah, ‘umrah hukumnya sunnah muakkadah sekali dalam seumur hidup. Mereka berpendapat demikian karena hadits-hadits yang masyhur yang menyebutkan tentang fardhu-fardhu dalam Islam tidak menyebutkan ‘umrah di dalamnya. Misalnya hadits dari Ibn ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, بني الإسلام على خمس, hadits ini hanya menyebutkan haji, tanpa disertai ‘umrah. Juga hadits yang diriwayatkan oleh Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang Arab badui bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku apakah ‘umrah itu wajib?’ Rasulullah bersabda, ‘Tidak, namun ber-‘umrah lebih baik bagimu’ atau dalam riwayat lain, ‘ber-‘umrah lebih utama bagimu’. Berikut redaksi Arabnya:
وروى جابر أن أعرابياً جاء إلى رسول الله صلّى الله عليه وسلم، فقال : يا رسول الله، أخبرني عن العمرة، أواجبة هي؟ فقال : لا، وأن تعتمر خير لك . وفي رواية : أولى لك


Syaikh Dr. Wahbah az-Zuhaili hafizhahullah menjelaskan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Imam Ahmad, al-Baihaqi, Ibn Abi Syaibah dan ‘Abd ibn Humaid (Syaikh az-Zuhaili mengutip dari Nailul Authar: 4/281). Namun, dalam isnadnya terdapat al-Hajjah ibn Arthah, dia dha’if. Tashhih at-Tirmidzi terhadap hadits ini fiihi nazhar (keterangan: ungkapan ini menunjukkan bahwa hadits ini ada ‘masalah’). Karena begitu banyaknya ‘ulama yang mendha’ifkan al-Hajjaj, Imam an-Nawawi berkata, ‘Para huffazh (ahli Hadits) bersepakat akan kelemahannya’. Berikut redaksi Arab dari penjelasan Syaikh az-Zuhaili:
رواه الترمذي وصححه أحمد والبيهقي وابن أبي شيبة وعبد بن حميد (نيل الأوطار: 281/4) لكن في إسناده الحجاج بن أرطاة وهو ضعيف، وتصحيح الترمذي له فيه نظر؛ لأن الأكثر على تضعيف الحجاج، قال النووي : اتفق الحفاظ على ضعفه
Ketika saya cek kitab Nailul Authar melalui software al-Maktabah asy-Syamilah, di kitab tersebut disebutkan bahwa ‘ulama sepakat bahwa al-Hajjaj adalah seorang mudallis (seseorang yang terbiasa menutupi cacat dalam isnad hadits).
Hadits lain yang digunakan sebagai dalil yang menyatakan hukum ‘umrah adalah sunnah muakkadah adalah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
الحج جهاد والعمرة تطوع
Dalam Nailul Authar, Imam asy-Syaukani rahimahullah menyebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh ad-Daraquthni, Ibn Hazm dan al-Baihaqi dari Abu Hurairah. Isnad hadits ini dha’if, sebagaimana yang dinyatakan oleh al-Hafizh (maksudnya Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani). Asy-Syaukani kemudian menyebutkan bahwa hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Thalhah dengan isnad yang dha’if, dan diriwayatkan juga oleh al-Baihaqi dari Ibn ‘Abbas. Kemudian asy-Syaukani mengutip pernyataan al-Hafizh tentang hadits ini dari berbagai jalurnya, ‘Hadits ini tidak shahih melalui jalur manapun (ولا يصح من ذلك شيء)’.
Pendapat yang Menyatakan Wajib
Menurut pendapat yang termasyhur di kalangan Syafi’iyah dan juga menurut Hanabilah, ‘umrah hukumnya fardhu sebagaimana haji. Ini berdasarkan firman Allah ta’ala dalam surah al-Baqarah ayat 196:
وأتموا الحج والعمرة لله
Ayat di atas menunjukkan bahwa dua perkara tersebut merupakan perkara yang wajib untuk dilaksanakan.
Serta berdasarkan khabar dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah ada jihad bagi wanita?’ Rasulullah menjawab, ‘Ya, jihad yang tidak ada perang (qital) di dalamnya, yaitu haji dan ‘umrah)’. Berikut redaksi Arabnya:
ولخبر عائشة رضي الله عنها قالت : قلت : يا رسول الله، هل على النساء جهاد؟ قال : نعم، جهاد لا قتال فيه الحج والعمرة
Syaikh az-Zuhaili menyebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ibn Majah, al-Baihaqi dan selain mereka dengan isnad yang shahih.
Syaikh az-Zuhaili menyatakan bahwa pendapat kelompok kedua ini (yang menyatakan ‘umrah hukumnya wajib) merupakan pendapat yang lebih tepat, berdasarkan dilalah ayat di atas serta dha’if-nya hadits-hadits yang digunakan oleh kelompok pertama.

*****



Tidak ada komentar:

Posting Komentar