Salah satu hal yang cukup memprihatinkan di tubuh umat Islam sekarang ini adalah begitu banyaknya istilah-istilah yang terdapat dalam nash maupun dalam khazanah keilmuan Islam yang disalah pahami maknanya, dan hal itu dianggap biasa.
Sebagai contoh, makna silaturrahim (di negeri kita sering disebut silaturrahmi) dipahami sebagai membina hubungan dengan siapa pun. Sehingga tidak bertegur sapa dengan teman sekerja, misalnya, dianggap sebagai memutus silaturrahim. Aktivitas silaturrahim juga dipersepsikan dengan aktivitas mengunjungi orang-orang di sekitar kita (tetangga, rekan kerja, ulama, dan lain-lain). Benarkah yang demikian? Jelas jawabannya tidak tepat. Silaturrahim (صلة الرحم) merupakan salah satu perintah syara’, yaitu perintah untuk menjalin hubungan baik dengan kerabat (keluarga dekat), tidak ada hubungannya dengan tetangga, teman kerja, apalagi teman lama.
Yang juga sering disalah pahami adalah kata fitnah dalam surah al-Baqarah ayat 191 berikut ini:
والفتنة أشد من القتل
Ayat ini sering dipahami sebagai dalil tentang keharaman berkata bohong untuk menjelekkan orang lain (lihat definisi fitnah versi bahasa Indonesia di sini: http://kamusbahasaindonesia.org/fitnah). Dengan ayat ini, banyak orang yang berhujjah bahwa berkata bohong untuk menjelekkan orang lain itu lebih buruk, lebih kejam, lebih banyak dosanya dibandingkan pembunuhan. Benarkah demikian?
Mari kita merujuk ke kitab-kitab tafsir yang mu’tabar untuk mengetahui makna ayat ini sebenarnya. Sebelumnya, mari kita lihat versi lengkap dari ayat ini:
واقتلوهم حيث ثقفتموهم وأخرجوهم من حيث أخرجوكم والفتنة أشد من القتل ولا تقاتلوهم عند المسجد الحرام حتى يقاتلوكم فيه فإن قاتلوكم فاقتلوهم كذلك جزاء الكافرين
Imam al-Baghawi rahimahullah dalam kitab tafsir beliau menjelaskan bahwa ayat ini merupakan perintah Allah ta’ala kepada kaum muslimin untuk memerangi kaum musyrikin di bulan Haram dan dalam keadaan ihram. Kemudian Allah menegaskan bahwa fitnah itu lebih besar bahayanya dibandingkan pembunuhan yang dilakukan umat Islam kepada kaum musyrikin tersebut. Dan fitnah yang dimaksud di ayat ini adalah kesyirikan yang dilakukan oleh kaum musyrikin tersebut.
Hal ini juga ditegaskan oleh Imam Ibn Katsir rahimahullah dalam kitab tafsir beliau. Mengutip Abu al-’Aliyah, Mujahid, Sa’id ibn Jubair, ‘Ikrimah, al-Hasan, Qatadah, adh-Dhahhak dan ar-Rabi’ ibn Anas rahimahumullah, disebutkan oleh Ibn Katsir bahwa semuanya sependapat makna fitnah dalam ayat ini adalah syirik.
Imam Fakhruddin ar-Razi rahimahullah menjelaskan dalam Mafatih al-Ghaib bahwa ayat ini merupakan dalil tentang disyari’atkannya memerangi orang-orang kafir, baik mereka memerangi kaum muslimin ataupun tidak, kecuali di Masjidil Haram.
*****
Tulisan ini tidak akan melebar membahas hukum-hukum seputar perang, karena bukan itu fokus tulisan ini. Tulisan ini hanya ingin menunjukkan bahwa penggunaan ayat والفتنة أشد من القتل sebagai dalil keharaman berkata bohong untuk menjelekkan orang lain adalah keliru. Makna fitnah dalam ayat ini adalah perbuatan syirik yang dilakukan oleh kaum musyrikin, tidak ada hubungannya dengan keharaman berkata bohong untuk menjelekkan orang lain.
Semoga Allah memberikan kita pemahaman terhadap agama. Wallahul musta’an.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar