Asal Penamaan
Secara bahasa, Dzulhijjah [arab: ذو الحجة ] terdiri dari dua kata: Dzul [arab: ذو ], yang artinya pemilik dan Al Hijjah [arab: الحجة ], yang artinya haji. Dinamakan bulan Dzulhijjah, karena orang arab, sejak zaman jahiliyah, melakukan ibadah haji di bulan ini. Orang arab melakukan ibadah haji sebagai bentuk pelestarian terhadap ajaran Nabi Ibrahim shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Tahdzibul Asma’, 4/156)
Ada beberapa hari khusus di bulan Dzulhijjah. Hari-hari khsusus ini memiliki nama khusus, diantaranya adalah:
Hari tarwiyah [arab: التروية ] : tanggal 8 Dzulhijjah. Disebut hari tarwiyah, dari kata irtawa – yartawi [arab: ارتوى - يرتوي ], yang artinya banyak minum. Karena pada hari ini, masyarakat banyak minum dan membawa air untuk perbekalan hari setelahnya. Ada juga yang mengatakan, tarwiyah dari kata ar-rawiyah [arab: الرَّوِيَّةُ ], yang artinya berfikir atau merenung. Disebut tarwiyah, karena pada tanggal 8 Dzulhijjah, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam berfikir dan merenungkan isi mimpinya. (Al Qamus Al Muhit, kata: ra-wi-ya)
Hari arafah [arab: عرفة ] : tanggal 9 Dzulhijjah. Disebut hari ‘arafah, karena pada tanggal ini, jamaah haji melakukan wukuf di ‘arafah. (Al Mu’jam Al Wasith, kata: ‘arafah). Dengan demikian, hadis yang menyebutkan anjuran berpuasa ‘arafah adalah puasa di tanggal 9 Dzulhijjah.
Hari An Nahr [arab: النحر :menyembelih) : tanggal 10 Dzulhijjah. Kata An Nahr secara bahasa artinya menyembelih binatang di bagian pangkal lehernya (tempat kalung). Ini merupakan cara yang digunakan dalam menyembelih onta. Karena onta terlalu sulit untuk disembelih di bagian ujung leher. Disebut hari Nahr, karena pada hari ini banyak orang yang menyembelih onta qurban. (Al-Qamus Al Muhit, kata: An Nahr)
Hadis Shahih Seputar Dzulhijjah
Dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Sesungguhnya zaman berputar sebagai mana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan: Dzul Qo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab suku Mudhar, antara Jumadi Tsani dan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari & Muslim)
Dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
شَهْرَانِ لاَ يَنْقُصَانِ شَهْرَا عِيدٍ رَمَضَانُ وَذُو الْحَجَّةِ
“Ada dua bulan yang pahala amalnya tidak pernah berkurang, kedua bulan itu adalah bulan id: bulan Ramadhan dan bulan Dzulhijjah.” (HR. Al Bukhari & Muslim)
Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ
“Tidak ada hari dimana suatu amal shaleh lebih dicintai Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah, pen.).” Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Termasuk lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil musuh, pen).” (HR. Al Bukhari, Ahmad, Abu Daud, dan At Turmudzi)
Dari Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَه
“…puasa hari ‘arafah, saya berharap kepada Allah agar menjadikan puasa ini sebagai kaffarah satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya..” (HR. Ahmad & Muslim)
Dari Uqbah bin Amir radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يوم عرفة ، ويوم النحر ، وأيام التشريق ، عيدنا أهل الإسلام وهي أيام أكل وشرب
“Hari Arafah, hari berqurban, dan hari tasyriq adalah hari raya kita, wahai kaum muslimin. Itu adalah hari makan dan minum.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, & Turmudzi)
Dari A’isyah radhiallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ
“Tidak satu hari dimana Allah paling banyak membebaskan seseorang dari neraka melebihi hari arafah. Sesungguhnya Dia mendekat, kemudian Dia membangga-banggakan mereka (manusia) di hadapan malaikat. Dia berfirman: Apa yang mereka inginkan?” (HR. Muslim, An Nasa’i, dan Al Hakim)
Hadis Dhaif Seputar Dzulhijjah
Hadis: Siapa yang berpuasa hari terakhir bulan Dzulhijjah dan hari pertama bulan Muharram, berarti dia telah mengakhiri penghujung tahun dan mengawali tahun baru dengan puasa. Allah jadikan puasanya ini sebagai kaffarah selama lima tahun. (Hadis dusta, karena di sanadnya da dua pendusta, sebagaimana keterangan As Syaukani dalam Al Fawaid Al Majmu’ah, hal. 45)
Hadis: Ada seorang pemuda yang suka berpuasa di bulan Dzulhijjah. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: “Untuk setiap hari puasamu, seperti membebaskan seratus budak.” (Hadis Dhaif sekali. Karena dalam sanadnya ada seorang perawi bernama: Muhammad bin Al Muharram. Kata Ibn Jauzi (Al Maudlu’at, 2/198): Dia adalah manusia paling pendusta, demikian pula keterangan dalam Al Lali Al Masnu’ah, 1/228)
Hadis: Jangan mengqadla bulan Ramadhan pada sepuluh pertama Dzulhijjah. (Jumlah min Al Ahadits Ad Dhaifah, no. 232)
Hadis: Tidak ada satu hari yang lebih dicintai Allah untuk dijadikan sebagai waktu beribadah melebihi sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Puasa sehari pada hari tersebut senilai dengan puasa setahun, sedangkan beribadah di malam hari pada 10 hari pertama Dzulhijjah senilai beribadah pada saat Lailatul Qadar. (Hadis dhaif, sebagaimana keteranga Al Albani dalam Dhaif At Targhib wa At Tarhib, no. 734)
Hadis: Orang yang berpuasa pada hari tarwiyah maka baginya pahala puasa satu tahun. (Hadits palsu sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Jauzi dalam Al Maudhu’at, 2/198, As Suyuthi dalam Al Lali’ Al Masnu’ah 2/107)
Hadis: Siapa yang shalat pada hari arafah (9 Dzulhijjah) empat rakaat pada waktu antara dluhur dan asar, setiap rakaat dia membaca Al Fatihah sekali dan surat Al Ikhlas 50 kali, maka Allah akan mencatat untuknya sejuta kebaikan. (Hadis palsu, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Jauzi dalam Al Maudlu’at, 2/132 dan As Syaukani dalam Al Fawaid Al Majmu’ah, hal. 53)
Hadis: Barangsiapa yang shalat dua rakaat pada hari arafah, di setiap rakaat dia membaca Al Fatihah tiga kali …. maka Allah akan berfirman: Saya bersaksi di hadapan kalian, bahwa saya telah mengampuni orang ini. (Hadis palsu, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Jauzi dalam Al Maudlu’at, 2/133 dan As Syaukani dalam Al Fawaid Al Majmu’ah, hal. 53)
Hadis: Siapa yang shalat pada malam idul adha dua rakaat. Setiap rakaat dia membaca Al Fatihah 15 kali dan surat Al Ikhlas 15 kali maka Allah akan jadikan namanya termasuk penghuni surga. (Hadis palsu, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Jauzi dalam Al Maudlu’at, 2/133 – 134, dan As Syaukani dalam Al Fawaid Al Majmu’ah, hal. 53)
Hadis: Apabila datang hari arafah maka Allah mengampuni orang yang melaksanakan haji. Dan apabila datang malam Muzdalifah, Allah mengampuni para pedagang. (Hadis palsu, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Jauzi dalam Al Maudlu’at, 2/215 dan As Suyuthi dalam Al Lali’ Al Mashnu’ah, 2/124)
Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
Allah berfirman:
وَ الْفَجْرِ * وَلَيَالٍ عَشْرٍ
“Demi fajar, dan demi malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr: 1 – 2)
Ibn Rajab mengatakan: Malam yang sepuluh adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Inilah tafsir yang benar dan tafsir yang dipilih mayoritas ahli tafsir dari kalangan sahabat dan ulama setelahnya. Dan tafsir inilah yang sesuai dengan riwayat dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu….” (Lathaiful Ma’arif, hal. 469)
Allah bersumpah dengan menggunakan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Ini menunjukkan keutamaan sepuluh hari tersebut. Disamping ayat ini, terdapat hadis shahih yang menunjukkan keutamaan sepuluh hari pertama Dzulhijjah, dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ.
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ
وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».
“Tidak ada hari dimana suatu amal shaleh lebih dicintai Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah, pen.).” Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Termasuk lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil musuh, pen).” (HR. Al Bukhari, Ahmad, dan At Turmudzi)
Al Hafidz Ibn Rajab mengatakan: Hadis ini menunjukkan bahwa beramal pada sepuluh hari bulan Dzulhijjah lebih dicintai di sisi Allah dari pada beramal pada hari-hari yang lain, tanpa pengecualian. Sementara jika suatu amal itu lebih dicintai Allah, artinya amal itu lebih utama di sisiNya. (Lathaiful Ma’arif, hal. 456)
Diceritakan oleh Al Mundziri dalam At Targhib wa At Tarhib (2/150) bahwa Sa’id bin Jubair (Murid terbaik Ibn Abbas) ketika memasuki tanggal satu Dzulhijjah, beliau sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah, sampai hampir tidak mampu melakukannya.
Mana yang lebih utama, sepuluh hari pertama Dzulhijjah ataukah sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan?
Setelah menyebutkan berbagai perselisihan ulama dalam masalah ini, Al Hafidz Ibn Rajab mengatakan: Total sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah lebih utama dibandingkan total sepuluh hari terakhir. Meskipun pada sepuluh hari terakhir Ramadhan terdapat satu malam yang lebih utama dibandingkan malam selainnya.
Amal Sunnah di Bulan Dzulhijjah
Pertama, Memperbanyak puasa di sembilan hari pertama
Dianjurkan memperbanyak puasa di sembilan hari bulan Dzulhijjah. Terutama puasa hari arafah, tanggal 9 Dzulhijjah. Dari Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفّر السنة التي قبله ، والسنة التي بعده
“…puasa hari ‘arafah, saya berharap kepada Allah agar menjadikan puasa ini sebagai kaffarah satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya..” (HR. Ahmad & Muslim).
Demikian juga keumuman hadis yang menunjukkan keutamaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Disamping itu, terdapat keterangan khusus dari Ummul Mukminin, Hafshah radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa Asyura, sembilan hari pertama Dzulhijjah, dan tiga hari tiap bulan. (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Ahmad, dan dinilai shahih oleh Al Albani)
Kedua, Takbiran
Takbiran di bulan Dzulhijjah ada dua:
Takbiran hari raya yang tidak terikat waktu adalah takbiran yang dilakukan kapan saja, dimana saja, selama masih dalam rentang waktu yang dibolehkan.
Takbir mutlak menjelang idul Adha dimulai sejak tanggal 1 Dzulhijjah sampai waktu asar pada tanggal 13 Dzulhijjah. Selama tanggal 1 – 13 Dzulhijjah, kaum muslimin disyariatkan memperbanyak ucapan takbir di mana saja, kapan saja dan dalam kondisi apa saja. Boleh sambil berjalan, di kendaraan, bekerja, berdiri, duduk, ataupun berbaring. demikian pula, takbiran ini bisa dilakukan di rumah, jalan, kantor, sawah, pasar, lapangan, masjid, dst. Dalilnya adalah:
Pertama, Allah berfirman:
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
“…supaya mereka berdzikir (menyebut) nama Allah pada hari yang telah ditentukan…” (QS. Al Hajj: 28)
Kedua, Allah juga berfirman, yang artinya:
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
“….Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang…” (QS. Al Baqarah: 203)
Keterangan:
Ibn Abbas mengatakan:
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِى أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ ، وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ
“Yang dimaksud “hari yang telah ditentukan” adalah tanggal 1 – 10 Dzulhijjah, sedangkan maksud ”beberapa hari yang berbilang” adalah hari tasyriq, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. (Al Bukhari secara Mua’alaq, bab: Keutamaan beramal di hari tasyriq)
Ketiga, hadis dari Abdullah bin Umar , bahwa Nabi bersabda:
ما من أيام أعظم عند الله ولا أحب إليه من العمل فيهن من هذه الأيام العشر فاكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد
“Tidak ada amal yang dilakukan di hari yang lebih agung dan lebih dicintai Allah melebihi amal yang dilakukan di tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Oleh karena itu, perbanyaklah membaca tahlil, takbir, dan tahmid pada hari itu.” (HR. Ahmad & Sanadnya dinilai shahih oleh Syaikh Ahmad Syakir)
Keempat, Imam Al Bukhari mengatakan:
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ ، وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا .
“Dulu Ibn Umar dan Abu Hurairah pergi ke pasar pada tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Mereka berdua mengucapkan takbiran kemudian masyarakat bertakbir disebabkan mendengar takbir mereka berdua.” (HR. Al Bukhari, bab: Keutamaan beramal di hari tasyriq)
Takbiran yang terikat waktu (Takbir Muqayyad)
Takbiran yang terikat waktu adalah takbiran yang dilaksanakan setiap selesai melaksanakan shalat wajib. Takbiran ini dimulai sejak setelah shalat subuh tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah shalat Asar tanggal 13 Dzulhijjah. Berikut dalil-dalilnya:
Pertama, dari Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu,
أنه كان يكبر من صلاة الغداة يوم عرفة إلى صلاة الظهر من آخر أيام التشريق
Bahwa beliau dulu bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah dluhur pada tanggal 13 Dzulhijjah. (Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi dan sanadnya dinilai shahih oleh Al Albani)
Kedua, dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu,
أنه كان يكبر من صلاة الفجر يوم عرفة إلى صلاة العصر من آخر أيام التشريق، ويكبر بعد العصر
Bahwa beliau bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau juga bertakbir setelah ashar. (HR Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi. Al Albani mengatakan: “Shahih dari Ali ”)
Ketiga, dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu,
أنه كان يكبر من صلاة الفجر يوم عرفة إلى آخر أيام التشريق، لا يكبر في المغرب
bahwa beliau bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau tidak bertakbir setelah maghrib (malam tanggal 14 Dzluhijjah). (HR Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi. Al Albani mengatakan: Sanadnya shahih)
Keempat, Dari Ibn Mas’ud radhiallahu ‘anhu,
يكبر من صلاة الصبح يوم عرفة إلى صلاة العصر من آخر أيام التشريق
Bahwa beliau bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai ashar tanggal 13 Dzulhijjah. (HR. Al Hakim dan dinilai shahih oleh An Nawawi dalam Al Majmu’).
Ketiga, Memperbanyak amal shaleh
Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ
“Tidak ada hari dimana suatu amal shaleh lebih dicintai Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah, pen.).” Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Termasuk lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil musuh, pen).” (HR. Al Bukhari, Ahmad, dan At Turmudzi)
Keempat, Idul Adha
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
قدم رسول الله -صلى الله عليه وسلم- المدينة ولهم يومان يلعبون فيهما فقال « ما هذان اليومان ». قالوا كنا نلعب فيهما فى الجاهلية. فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- « إن الله قد أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الأضحى ويوم الفطر ».
Bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di madinah, masyarakat madinah memiliki dua hari yang mereka rayakan dengan bermain. Kemudian nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Dua hari apakah ini?” mereka menjawab: kami merayakannya dengan bermain di dua hari ini ketika zaman jahiliyah. Kemudian nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah telah memberikan ganti kepada kalian dengan dua hari yang lebih baik: idul fitri dan idul adha.” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Ahmad dan dinilai shahih oleh Al albani)
Kelima, Berqurban
Allah berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Laksanakanlah shalat untuk Rabmu dan sembelih-lah qurban.” (QS. Al Kautsar: 2)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من كان له سعة ولم يضح فلا يقربن مصلانا
“Siapa yang memililki kelapangan namun dia tidak berqurban maka jangan mendekat ke masjid kami.” (HR. Ahmad & Ibn Majah dan dihasankan Al Albani)
Catatan: Bagi orang yang hendak berqurban, dilarang memotong kuku atau rambut dirinya (bukan hewannya) ketika sudah masuk tanggal 1 Dzulhijjah sampai dia memotong hewan qurbannya.
Dari Umu salamah radhiallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:
مَن كانَ لَهُ ذِبحٌ يَذبَـحُه فَإِذَا أَهَلَّ هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ
“Barangsiapa yang memiliki hewan yang hendak dia sembelih (di hari raya), jika sudah masuk tanggal 1 Dzulhijjah maka janganlah dia memotong rambutnya dan kukunya sedikitpun, sampai dia menyembelih qurbannya.” (HR. Muslim)
Keenam, Haji
Allah berfirman:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“Kewajiban bagi manusia kepada Allah, berhaji ke baitullah, bagi siapa saja yang memiliki
kemampuan untuk melakukan perjalanan” (QS. Ali Imran: 97)
Bid’ah di Bulan Dzulhijjah
Pertama, Mengkhususkan puasa di hari tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijjah)
Mengkhususkan puasa pada hari tarwiyah, karena keyakinan memiliki keutamaan tertentu, termasuk perbuatan bid’ah. Karena tidak ditemukan dalil yang menganjurkan puasa secara khusus pada tanggal 8 Dzulhijjah, selain hadis palsu yang menyatakan:
وله بصوم يوم التروية سنة
“Orang yang berpuasa pada hari tarwiyah maka baginya pahala puasa satu tahun.” Imam Ibnul Jauzi menegaskan bahwa hadis ini hadis palsu (Al Maudhu’at 2/198). Demikian pula As Suyuthi dalam Al Lali’ Al Masnu’ah, 2/107.
Oleh karena itu, tidak disyariatkan berniat khusus untuk berpuasa pada tanggal 8 Dzulhijjah. Namun jika seseorang berpuasa pada tanggal 8 Dzulhijjah karena hadis shahih yang menyebutkan keuatamaan 10 hari pertama Dzulhijjah maka diperbolehkan.
Kedua, Ta’rif di hari arafah
Ta’rif adalah kegiatan dimana orang-orang yang tidak sedang melaksanakan haji berkumpul bersama di masjid-masjid pada siang hari, untuk berdzikir dan berdo’a sebagaimana yang dilakukan orang yang sedang wukuf di arafah.
Sebagian ulama menegaskan bahwa kegiatan ini termasuk perbuatan bid’ah. Berikut beberapa nukilan riwayat para ulama yang melarang ta’rif:
Dari Abu hafs Al Madini, beliau menceritakan, bahwa masyarakat madinah berkumpul setelah asar di masjid Nabawi pada hari arafah. Mereka memperbanyak berdo’a. Kemudian datanglah Nafi, bekas budak dan murid Ibnu Umar, sambil mengatakan:
أيها الناس ، إن الذي أنتم عليه بدعة وليست بسنة ، إنا أدركنا الناس ولا يصنعون مثل هذا ، ثم رجع فلم يجلس ، ثم خرج الثانية ففعل مثلها ، ثم رجع
“Wahai manusia, sesungguhnya perbuatan yang sedang kalian lakukan adalah bid’ah, dan bukan sunnah (tidak ada ajarannya). Sesungguhnya kami pernah menjumpai para sahabat, tidak pernah melakukan hal ini..” (Al Bida’ Ibn Wad-dhah, no. 108)
Dari Ibn Aun, bahwa beliau melihat Ibrahin An Nakh’i ditanya tentang praktek beberapa orang yang berkumpul di masjid pada hari arafah. Beliau membencinya dan mengatakan: Itu bid’ah. (Al Bida’ Ibn Wad-dhah, no. 109)
Diriwayatkan dari Sufyan, bahwa beliau mengatakan:
ليست عرفة إلا بمكة ، ليس في هذه الأمصار عرفة
Arafah hanya ada di mekah, sementara di daerah lain tidak ada arafah. (Al Bida’ Ibn Wad-dhah, no. 111)
Imam Malik menanggapi kegiatan ta’rif ini dengan mengatakan:
ليس هذا من أمر الناس ، وإنَّما مفاتيح هذه الأشياء من البدع
Ini bukan termasuk kebiasaan para sahabat. Kunci pintu perbuatan semacam ini bersumber dari bid’ah. (Al Hawadits wa Al Bida’ karya At Turthusyi, hal. 115)
Semoga bermanfaat…
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar