Jumat, 24 Februari 2012

Hukum Facebook, Sebuah Tinjauan Fiqh islamy

Bismillah.

Begitu ramainya tentang pembahasan hukum facebook di Indonesia. sampai beberapa ulama di Jawa Timur merasa untuk meninjau kembali hukum menggunakan dan mengakses salah satu situs jejaring terbesar didunia ini. dan kabar yang beredar bahwa hukum mengakses facebook adalah haram.

Berikut adalah tinjauan hukum penggunaan facebook dan mengaksesnya serta tak lepas juga hukum menggunakan dan mengakses situs-situs jejaring yang lainnya seperti friendster dan lain-lain.

Facebook dan situs-situs yang lainnya serta penggunaan internet adalah suatu hal yang baru. dengan artian belum ada pada jaman Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- dan para sahabatnya. Internet ada pada jaman modern seperti sekarang. Jadi tidak ada dalil khusus dari Al-Qur'an dan As-Sunnah tentang hukum dari menggunakan jasa internet atau mengakses situs tersebut.

Akan tetapi kaedah fiqhiyah mengatakan "hukum asal dari sesuatu adalah mubah (boleh)." berangkat dari kaedah tersebut. kita dapat meninjau bahwa hukum penggunaan jasa internet dan mengakses situs-situs yang tidak berbau unsur-unsur yang diharamkan maka hukumnya adalah mubah (boleh).

Situs-situs yang jelas haram hukumnya untuk mengaksesnya seperti situs-situs yang mengandung unsur pornografi. Sedangkan situs-situs seperti facebook dan friendster yang notabene adalah situs sosial, maka boleh mengaksesnya dan menjadi anggota didalamnya. Didasarkan kaedah fiqhiyah diatas. Karena hukum aslinya adalah mubah (boleh).

Akan tetapi, sesuatu yang mubah (boleh) pun dapat menjadi haram jika disalah gunakan atau berlebihan dalam penggunaannya. Salah dalam penggunaan seperti menjadi anggota dalam situs tersebut bertujuan untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh syariah, contohnya : KENALAN KESANA KEMARI SALING MENGOMENTARI ANTARA LAWAN JENIS DENGAN KOMENTAR YANG BERLEBIHAN. DAN DENGAN KATA-KATA YANG TIDAK LAYAK UNTUK DISAMPAIKAN KEPADA LAWAN JENIS. ATAU JUGA UNTUK MENCARI PACAR DAN PASANGAN SESAAT UNTUK BERSENANG-SENANG, DAN LAIN-LAIN. Dan penggunaan yang berlebihan seperti : MENGAKSES SITUS TERSEBUT DISETIAP WAKTU TANPA MEMPERHATIKAN HAL-HAL YANG LAIN YANG WAJIB DILAKUKAN, LUPA AKAN KEWAJIBAN DISEBABKAN SIBUK MENGAKSES DAN BERKOMENTAR RIA DISITUS TERSEBUT. Maka jika keadaannya demikian maka hukum mengakses situs tersebut menjadi haram. Dikarenakan menyebabkan kelalaian atas hal-hal yang wajib.

Hukum seperti ini juga berlaku pada penggunaan handphone seperti untuk telepon dan SMS.

-wallahu 'alam bishowab-

Yang Harus Kalian Jauhi

Tidak dapat diingkari bahwa beragam penyimpangan hadir dengan leluasa di masa ini. Pada hampir semua bidang kehidupan, baik aqidah, ibadah, kemasyarakatan, budaya, sosial, politik dan yang lain. Menimpa pada level individu maupun masyarakat yang prianya juga yang wanita.

Untuk golongan yang terakhir ini (wanita). Kita temukan bermacam penyimpangan yang luar biasa. Diantara penyimpangan yang terjadi pada kaum wanita adalah sebagai berikut:

1. Tidak sopan pada kedua orang tua, tidak berbakti kepada keduanya, misalnya berani mengangkat suara di hadapan keduanya, menghardik dan tidak mentaati keduanya. Penyimpangan ini sangat banyak dilakukan oleh para wanita di zaman ini, tidak hanya dilakukan oleh orang awam saja, namun juga para penuntut ilmunya. Padahal Allah berfirman "Maka janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah !'..."

2. Banyak ngerumpi hal-hal yang tidak bermanfaat saat berkumpul di majelis-majelis kaum wanita. Misalnya berbicara tentang Allah tanpa illmu, berdusta, membicarakan kejelekan orang lain, mengadu domba dan lain sebagainya. Bagi yang terakhir ini seakan jadi hal umum yang dilakukan di majelis kaum wanita ( lihat pembahasan tentang lidah dan bahayanya).

3 Meninggalkan amar ma'ruf & nahi mungkar serta dakwah di kalangan kaum wanita. Mungkin karena malu atau takut pada mereka.

"dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mereka taat pada allah dan rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh allah sesungguhnya allah maha perkasa lagi maha bijaksana.(QS At- Taubah : 71)

4 Tidak menundukkan / memalingkan pandangan ketika melihat pria yang bukan mahramnya seolah-olah perintah untuk memalingkan pandangan hanya berlaku untuk pria saja, tidak untuk wanita. Firman Allah,

"katakanlah kepada wanita yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya" (QS An-Nur: 31)

5 Seorang wanita melihat wanita lain kemudian menceriterakannya dengan detail kepada salah seorang kerabatnya seolah-olah dia melihatnya secara langsung demikian detailnya, padahal tidak ada tujuan-tujuan sar'i yang dibolehkan agama seperti untuk nikah misalnya.

"janganlah seorang wanita berkumpul dengan wanita lain kemudian menceriterakannya pada suaminya seolah-olah dia (suami) melihatnya langsung" (Mutafaqun alaih)

6 Meniru penampilan pria, baik dalam hal pakaian , gerakan, cara berjalan atau gaya bicaranya. Rasulullah saw, bersabda

"Allah melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan melaknat wanita yang memakai pakaian pria"

beliau juga bersabda,

"Allah melaknat orang-orang yang meniru pria dari kaum wanita"
(HR. Abu Dawud)



Mengawini Wanita Hamil

Assalaamu'alaikum warohmatullah wabarokatuh

Ba'da tahmid was shalawat. Saya hendak menanyakan tentang masalah yang umum terjadi di masyarakat kita berikut. 1. Menikahi wanita yang hamil (baik olehnya ataupun orang lain), bagaimana hukum nikahnya? Tolong diberikan dalil shahihnya. 2. Status anak yang lahir dari kehamilan itu bagaimana? Juga tolong dengan dalil shahihnya. Atas jawaban dan petunjuknya, saya sampaikan terima kasih. JazaakumuLlaah khairan katsiira.
Wassalaamu'alaikum warohmmatullah wabarokatuh

Hamba Allah.

Jawaban:
Alaikum salam warohmatullah wabarokatuh
Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalam `Ala Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d :

Menikahi wanita hamil yang diakibatkan zina yang dia lakukan sendiri dengan wanita itu berbeda hukumnya dengan menikahi wanita yang hamil oleh laki-laki lainnya.

Sebab terkait dengan masalah nomor dua yang Anda tanyakan, bila menikahi wanita hamil hasil bibitnya sendiri, maka secara biologis memang anak di perut wanita itu memang anaknya sendiri. Tinggal masalah formal hukumnya saja.

Sedangkan menikahi wanita yang hamil oleh laki-laki lain, maka jelas-jelas janin itu bukan bibitnya, maka hukumnya menjadi berbeda.

Menikahi Wanita Yang Pernah Dizinai Sendiri

Para ulama sepakat membolehkan menikahi wanita yang dizinai sendiri sebelumnya. Kalau pun ada yang mengatakan tidak boleh, maka itu hanya pendapat perseorangan yang tidak harus menjadi halangan. Titik perbedaannya ada pada salah satu ayat Al-Quran Al-Kariem yaitu :

"Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mu'min." (QS. An-Nur : 3)

Bila dibaca sekilas dan tanpa mendalami makna serta bahasan para ulama. Bisa jadi seseorang akan mengatakan bahwa menikahi wanita yang pernah berzina itu adalah haram kecuali bagi laki-laki yang juga pernah berzina. Tapi ternyata setelah kita dalami tasfir dan kitab-kitab fiqih, paling tidak dalam memahami ayat ini, ada tiga pendapat yang berbeda.

a. Pendapat Jumhur (mayoritas) ulama

Mayoritas ulama fiqh mengatakan bahwa yang dipahami dari ayat tersebut bukanlah mengharamkan untuk menikahi wanita yang pernah berzina. Bahkan mereka membolehkan menikahi wanita yang pezina sekalipun. Lalu bagaimana dengan lafadz ayat yang dzahirnya mengharamkan itu ?

Para fuqaha memiliki tiga alasan dalam hal ini.

1. Dalam hal ini mereka mengatakan bahwa lafaz ‘hurrima’ atau diharamkan di dalam ayat itu bukanlah pengharaman namun tanzih (dibenci).
2. Selain itu mereka beralasan bahwa kalaulah memang diharamkan, maka lebih kepada kasus yang khusus saat ayat itu diturunkan.
3. Mereka mengatakan bahwa ayat itu telah dibatalkan ketentuan hukumnya (dinasakh) dengan ayat lainnya yaitu :

"Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui."(QS An-Nur : 32)

Pendapat ini juga merupakan pendapat Abu Bakar As-Shiddiq -rodhiyallahu 'anhu- dan Umar bin Al-Khattab -rodhiyallahu 'anhu- dan fuqaha umumnya. Mereka membolehkan seseorang untuk menikahi wanita pezina. Dan bahwa seseorang pernah berzina tidaklah mengharamkan dirinya dari menikah secara syah.

Pendapat mereka ini dikuatkan dengan hadits berikut :

"Dari Aisyah ra berkata,”Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda,”Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal”." (HR. Tabarany dan Daruquthuny).

Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW,”Istriku ini seorang yang suka berzina”. Beliau menjawab,”Ceraikan dia”. “Tapi aku takut memberatkan diriku”. “Kalau begitu mut’ahilah dia”. (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i)

Pendapat Yang Mengharamkan

Meski demikian, memang ada juga pendapat yang mengharamkan total untuk menikahi wanita yang pernah berzina. Paling tidak tercatat ada Aisyah -rodhiyallahu 'anhu-, Ali bin Abi Thalib, Al-Barra’ dan Ibnu Mas’ud. Mereka mengatakan bahwa seorang laki-laki yang menzinai wanita maka dia diharamkan untuk menikahinya. Begitu juga seorang wanita yang pernah berzina dengan laki-laki lain, maka dia diharamkan untuk dinikahi oleh laki-laki yang baik (bukan pezina).

Bahkan Ali bin abi Thalib mengatakan bahwa bila seorang istri berzina, maka wajiblah pasangan itu diceraikan. Begitu juga bila yang berzina adalah pihak suami. Tentu saja dalil mereka adalah dzahir ayat yang kami sebutkan di atas (aN-Nur : 3).

Selain itu mereka juga berdalil dengan hadits dayyuts, yaitu orang yang tidak punya rasa cemburu bila istrinya serong dan tetap menjadikannya sebagai istri.

Dari Ammar bin Yasir bahwa Rasulullah SAW bersbda,”Tidak akan masuk surga suami yang dayyuts(orang yang tidak memiliki rasa cemburu)”. (HR. Abu Daud)

Pendapat Pertengahan

Sedangkan pendapat yang pertengahan adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau mengharamkan seseorang menikah dengan wanita yang masih suka berzina dan belum bertaubat. Kalaupun mereka menikah, maka nikahnya tidak syah.

Namun bila wanita itu sudah berhenti dari dosanya dan bertaubat, maka tidak ada larangan untuk menikahinya. Dan bila mereka menikah, maka nikahnya syah secara syar’i.

Nampaknya pendapat ini agak menengah dan sesuai dengan asas prikemanusiaan. Karena seseroang yang sudah bertaubat berhak untuk bisa hidup normal dan mendapatkan pasangan yang baik.

Sedangkan terkait dengan masalah nasab anak, maka anak itu bisa menjadi syah bernasab kepada laki-laki yang mengawini dan sebelumnya menzinainya asalkan dinikahi sebelum berusia 6 bulan di dalam kandungan.


Pengertian Niat Dalam Ibadah

Pengertian niat dalam ibadah. Niat secara bahasa adalah maksud dan keinginan hati untuk melakukan sesuatu.

Niat menurut syariat adalah keinginan hati untuk menjalankan ibadah baik yang wajib atau yang sunnah. dan keinginan akan sesuatu seketika itu atau untuk waktu yang akan datang juga disebut niat.

Hukum niat dalam ibadah.
Hukum niat dalam setiap ibadah adalah wajib. Allah berfirman :

وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين

Artinya : "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.." (QS Al-Bayyinah : 5)

Dan makna ikhlas pada ayat diatas ( مخلصين ) adalah niat. Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :

إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى

Artinya : "Setiap amalan-amalan (harus) dengan niat. dan setiap orang mendapatkan (ganjaran) sesuai niatnya."

Tempat Niat.
Tempat niat adalah didalam hati. jika seseorang berniat wudhu dalam hati kemudian dia berwudhu maka sah wudhunya walaupun dia tidak melafadzkan niat tersebut. dalam niat tidak diharuskan mengucapkan dengan lisan, akan tetapi cukup dalam hati. jika seseorang berniat dalam hati dan mengucapkannya dengan lisan maka lebih sempurna. karena niat adalah sebuah keikhlasan maka tempatnya adalah dalam hati.

Sedangkan dalam Madzhab Malikiyah niat hanya dalam hati, karena Rosulullah -shollahu 'alaihi wasallam- dan para sahabatnya tidak pernah mengucapkan niat dengan lisan.

Apakah Niat itu Rukun atau Syarat dalam Ibadah?
Sebagian ulama berpendapat bahwa niat itu rukun dari sebuah ibadah, dan sebagian yang lain berpendapat bahwa niat itu syarat ibadah. akan tetapi mereka bersepakat bahwa ibadah itu tidak sah jika tanpa niat. seseorang yang berwudhu tanpa niat maka wudhunya batal.
wallahu a'lam

#Sumber
الفِقْهُ الإسلاميُّ وأدلَّتُهُ, لفضيلة الدكتور وَهْبَة الزُّحَيْلِيّ حفظه الله

Kenapa Daging Babi Haram

Memakan daging babi haram hukumnya atas setiap orang muslim. Allah berfirman :

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya : "Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al-Baqoroh : 173)

Dan Allah juga berfirman :

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya : "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini (haji wada') orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al-Maidah : 3)

Banyak sekali alasan kenapa Allah mengharamkan ummat Islam untuk makan daging babi. baik bukti ilmiyah ataupun non-ilmiyah yang telah dilakukan oleh para peneliti muslim atau non-muslim membuktikan bahwa daging babi memang tidak layak untuk dikonsumsi. berikut beberapa bukti kandungan daging babi :







Pertanyaan Seputar Aqidah

Tanya : Apakah iman itu tauhid ?
Jawab:
Tauhid adalah mengesakan Allah dengan apa yang khusus bagi Allah dan wajib bagi Allah. Sedangkan iman adalah membenarkan, yang mencakup pengertian menerima dan pasrah. Diantara keduanya( iman dan tauhid) terdapat pengertian yang umum dan khusus. Setiap orang yang bertauhid tentu mukmin dan setiap mukmin tentu bertauhid dalam pengertian secara umum. Akan tetapi terkadang, pengertian tauhid itu lebih khusus ketimbang iman, dan begitu juga sebaliknya, pengertian iman lebih khusus dari pada pengertian tauhid. Wallallahua'lam

Tanya : Islam dan iman apa bedanya?
Jawab:
Islam dalam pengertian secara umum adalah beribadah kepada Allah dengan cara menjalankan ibadah-ibadah yang disyariatkan sebagaimana yang dibawa oleh utusanNya sejak para rasul itu di utus hingga akhir kiamat. Ini mencakup apa yang dibawa oleh Nuh -'alaihis salam- berupa hidayah dan kebenaran, dan juga dibawa oleh Musa yang dibawa oleh Isa dan mencakup yang dibawa oleh Ibrahim sebagaimana yang diterangkan oleh Allah dalam berbagai ayatNya yang menunjukkan bahwa syariat terdahulu seluruhnya adalah Islam kepada Allah -'azza wa jalla-.

Sedangkan Islam dalam pengertian secara khusus setelah diutusnya nabi Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam- adalah ajaran yang dibawa oleh beliau. Karena ajaran beliau menghapus seluruh ajaran yang sebelumnya, maka orang yang mengikutinya menjadi seorang muslim dan orang yang menyelisihinya bukan muslim karena tidak menyerahkan diri kepada Allah, akan tetapi kepada hawa nafsunya.

Orang-orang yahudi adalah orang-orang muslim pada zaman nabi musa, demikiaan pula orang nasrani muslim pada zaman isa. Namun ketika telah diutus Nabi Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam- kemudian ia mengkufurinya maka mereka bukan menjadi muslim lagi.

Oleh karena itu tidak dibenarkan seseorang berkeyakinan bahwa agama yang dipeluk orang-orang yahudi dan nasrani sekarang ini sebagai agama yang benar dan diterima di sisi Allah sebagaimana agama Islam. Bahkan orang yang berkeyakinan seperti itu berarti telah kafir dan keluar dari agama Islam, sebab Allah -ta'ala- telah berfirman :

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

"Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam "
(QS Ali Imran : 19)

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Barangsiapa mencari suatu agama selain Islam maka tidak akan diterima agama itu dari padanya"
(QS Ali Imran : 85)

Islam yang dimaksudkan adalah Islam yang dianugerahkan Allah kepada Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam- dan umatnya. Allah berfirman :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam itu sebagai agamamu"
(QS Al Maidah : 3)

Ini adalah ayat (nash) yang amat jelas yang menunjukkan bahwa selain umat ini, setelah diutusnya Nabi Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam- bukan pemeluk Islam. Oleh karena itu agama yang mereka anut tidak akan diterima oleh Allah dan tidak akan bermanfaat pada hari kiamat. Kita tidak boleh menilainya sebagai agama yang lurus. Salah besar seorang yang menilai Yahudi dan nasrani sebagai saudara atau bahwa agama mereka pada hari ini sama pula seperti yang dianut oleh pendahulu mereka.

Jika kita katakan bahwa Islam berarti menghambakan diri kepada Allah dengan menjalankan syariatNya, maka dalam artian ini termasuk pula pasrah atau tunduk kepadaNya secara lahir dan batin. Maka ia mencakup seluruh aspek aqidah, amalan maupun perkataan.

Namun jika kata Islam itu disandarkan dengan iman, maka Islam berarti amalan - amalan perbuatan yang lahir berupa ucapan-ucapan lisan maupun perbuatan anggota badan. Sedangkan iman adalah amalan batin yang berupa aqidah dan amalan hati.

Perbedaan istilah ini bisa kita lihat dalam firman Allah :

قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ

"Orang-orang arab badui itu berkata Kami telah beriman. Katakanlah kepada mereka: kamu belum beriman tetapi katakanlah kami telah tunduk, karena iman itu belum masuk ke dalam hati kalian" (Al Hujurat:14)

Mengenai kisah nabi Luth, Allah -ta'ala- berfirman :

فَأَخْرَجْنَا مَنْ كَانَ فِيهَا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (35) فَمَا وَجَدْنَا فِيهَا غَيْرَ بَيْتٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ

"Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum luth itu. Dan Kami tidak mendapati di negeri itu, kecuali sebuah rumah
dari orang-orang yang berserah diri"
(Adz Dzariyat:35-36)

Di sini terlihat perbedaan antara mukmin dan muslim. Rumah yang berada di negeri itu lahirnya adalah rumah yang islami namun ternyata di dalamnya terdapat isteri Luth yang menghianatinya dengan kekufurannya. Adapun siapa saja yang keluar dari negeri itu dan selamat, maka mereka itulah kaum beriman yang hakiki, karena keimanan itu telah benar - benar masuk ke hati mereka.

Perbedaan istilah ini juga bisa kita lihat lebih jelas lagi dalam hadits Umar bin khatab bahwa Jibril -'alaihi salam- pernah bertanya kepada Nabi mengenai Islam dan iman. Maka beliau menjawab "Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada tuhan (ilah) selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa ramadhan dan berhaji di baitullah".

Mengenai iman beliau menjawab: "Engkau beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitabNya, utusan-utusanNya, hari akhir, serta beriman dengan qadar yang baik dan yang buruk."

Intinya, pengertian islam secara mutlak adalah mencakup seluruh aspek agama termasuk iman. Namun jika istilah islam itu disandinggkan dengan iman, maka islam ditafsirkan dengan amalan lahir berupa perkataan lisan dan perbuatan anggota badan. Sedangkan iman ditafsirkan dengan amalan batin berupa keyakinan dan amalan hati.
(bersama Syaikh Shalih Al Utsaimin)

Rukun-Rukun Nikah

Rukun secara bahasa adalah bagian pojok pada suatu bangunan yaitu bagian terkuat yang menyangga bangunan agar tetap kokoh,

Dan secara istilah adalah apa-apa yang jika sesuatu perbuatan dilaksanakan tidak dengannya akan batal. contohnya seperti rukun-rukun sholat adalah rukuk dan sujud, maka jika sholat dilaksanakan tanpa rukuk atau sujud maka sholat tersebut tidak sah atau batal.

Berikut adalah rukun-rukun nikah dan penjelasannya yang mana jika satu dari rukun-rukun ini tidak terlaksana maka nikah tersebut tidak sah atau batal :

1. Kedua mempelai yaitu calon suami dan calon istri.

2. Akad nikah yaitu ijab dan qobul atau serah terima dan penyataan dari calon suami wali calon istri. ijab adalah pernyataan dari wali mempelai perempuan atau yang mewakilinya, contoh lafadz ijab adalah saya nikahkan kamu dengan anakku, dan qobul adalah pernyataan yang keluar dari mempelai laki-laki, contoh lafadz qobul adalah saya terima nikahnya dengan mahar sekian dan sekian.

Apakah akad harus memakai bahasa arab?

Jawabannya adalah tidak harus, dan sah nikahnya bagi seseorang yang tidak pandai bahasa arab untuk memakai bahasanya sebagai lafadz akad. dan tidak disarankan bagi orang yang tidak bisa bahasa arab untuk melafadzkan lafadz akad menggunakan bahasa arab, karena percuma saja dia melafadzkan dengan lafadz yang tidak dia pahami maknanya. maka cukup memakai bahasanya sendiri dan sah nikahnya seperti contoh lafadz diatas dengan bahasa Indonesia. sedangkan orang yang pandai bahasa arab untuk menggunakan bahasa arab sebagai lafadz akad nikah.

Bagaimana jika lafadz qobul tidak langsung diucapkan setelah lafadz ijab?

Jika seorang wali mempelai perempuan mengatakan "saya nikahkan kamu dengan anakku" kemudian mempelai laki-laki tidak langsung mengucapkan "saya terima nikahnya" dan mengucapkannya beberapa menit setelah lafadz dari wali misalnya, maka hal itu sah dan diperbolehkan dengan syarat masih dalam satu majlis atau belum berpisah.

Tidak seperti yang banyak dipraktekan dinegara kita, mempelai laki-laki harus secara langsung mengucapkan "saya terima nikahnya" setelah wali mempelai perempuan atau yang mewakilinya mengucapkan "saya nikahkan kamu/saudara dengan anakku". dan jika tidak langsung diucapkan maka nikahnya belum sah. dan ini adalah anggapan yang salah. dan yang benar adalah tidak mengapa dan sah nikahnya walau lafadz qobulnya agak diakhirkan dengan syarat masih dalam satu majlin atau belum beranjak dari majlis akad tersebut dan nikahnya sah hukumnya.

wallahu a'lam.



Referensi :

1. Asy-Syarh Al-Mumti' 'ala Zaad Al-Mustaqni'. karya Syeikh Muhammad Sholih Al-Utsaimin.

Hukum Mengeraskan Al-Fatehah Dlm Sholat

Bismillah.

Pertanyaan :
Apakah hukum mengeraskan suara ketika membaca al-fatehah dalam sholat berjama'ah?

Jawaban :
Segala puji hanya milik Allah, sholawat serta salam senantiasa tercurah atas Nabi Muhammad -sholallahu 'alaihi wasallam-. adapun selanjutnya :

Dalam madzhab Malikiyah, Hanabilah dan Syafyi'iyah, hukum mengeraskan al-fatehah bagi imam ketika sholat maghrib, Isya' dan subuh dalam sholat berjama'ah adalah sunnah. dan dalam madzhab Hanafiyah adalah wajib.

Perbadaan pendapat ini didasarkan pada praktek Nabi -sholallahu 'alaihi wasallam- ketika menjadi imam pada sholat jahriyah (maghrib, isya' dan subuh) bahwa beliau selalu mengeraskan bacaan al-fatehah pada dua rekaat yang pertama. beliau bersabda :

صلوا كما رأيتموني أصلي

Artinya : "sholatlah kalian sebagai mana aku sholat."

Dan pendapat yang paling kuat adalah -wallahu a'lam- hukumnya sunnah mengeraskan bacaan al-fatehah bagi imam pada sholat jahriyah (maghrib, isya' dan subuh) dan bagi imam yang lupa kemudian tidak membacanya secara keras, maka tidak diwajibkan sujud sahwi.

Akan tetapi bagi kita selaku ummat Muhammad -sholallahu 'alaihi wasallan- untuk senantiasa meniru praktek beliau ketika sholat. yaitu dengan mengeraskan bacaan al-fatehah dan bacaan surat setelahnya pada sholat jahriyah (maghrib, isya' dan subuh) di dua rekaat pertama. wallahu a'lam

Sejarah Valentine Day

Perayaan pertengahan bulan Februari dengan cinta dan kesuburan sudah ada sejak dahulukala. Menurut tarikh kalender Athena kuno, periode antara pertengahan Januari dengan pertengahan Februari adalah bulan Gamelion, yang dipersembahkan kepada pernikahan suci Dewa Zeus dan Hera.

Di Roma kuno, 15 Februari adalah hari raya Lupercalia, sebuah perayaan Lupercus (dewa kesuburan), yang dilambangkan setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing. Sebagai bagian dari ritual penyucian, para pendeta Lupercus menyembahkan korban kambing kepada sang dewa dan kemudian setelah minum anggur, mereka akan lari-lari di jalanan kota Roma sembari membawa potongan-potongan kulit domba dan menyentuh siapa pun yang mereka jumpai. Terutama wanita-wanita muda akan maju secara sukarela karena percaya bahwa dengan itu mereka akan dikarunia kesuburan dan bisa melahirkan dengan mudah.

Menurut Ensiklopedi Katolik (Catholic Encyclopaedia 1908), nama Valentinus paling tidak bisa merujuk tiga martir atau santo (orang suci) yang berbeda:

* seorang pastur di Roma
* seorang uskup Interamna (modern Terni)
* seorang martir di provinsi Romawi Africa.

Koneksi antara ketiga martir ini dengan hari raya cinta romantis tidak jelas. Bahkan Paus Gelasius I, pada tahun 496, menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui mengenai martir-martir ini namun hari 14 Februari ditetapkan sebagai hari raya peringatan santo Valentinus. Ada yang mengatakan bahwa Paus Gelasius I sengaja menetapkan hal ini untuk mengungguli hari raya Lupercalia yang dirayakan pada tanggal 15 Februari.

Sisa-sisa kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus dia Via Tibertinus dekat Roma, diidentifikasikan sebagai jenazah St. Valentinus. Kemudian ditaruh dalam sebuah peti emas dan dikirim ke gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia. Jenazah ini telah diberikan kepada mereka oleh Paus Gregorius XVI pada 1836. Banyak wisatawan sekarang yang berziarah ke gereja ini pada hari Valentine, di mana peti emas diarak-arak dalam sebuah prosesi khusyuk dan dibawa ke sebuah altar tinggi. Pada hari itu sebuah misa khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta.

Hari raya ini dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969 sebagai bagian dari sebuah usaha yang lebih luas untuk menghapus santo-santa yang asal-muasalnya bisa dipertanyakan dan hanya berbasis legenda saja. Namun pesta ini masih dirayakan pada paroki-paroki tertentu.

Walau gereja yang pertama kali menetapkan hari perayaan valentine dan mereka pula yang menghapusnya. perayaan ini 100% adalah perayaan gereja. jika mereka sampai sekarang masih ingin merayakannya. dan kenapa kita sebagai ummat muslim juga ikut-ikutan dalam perayaannya?

Sumber : wikipedia.org

Hukum Merayakan Valentine Day

بسم الله الرحمن الرحيم
Pro-kontra perayaan valentine day antara ummat Islam khususnya dan semua orang pada khususnya. bagi mereka yang beragama Non-Islam maka sama sekali tidak ada masalah dan bukan cakupan kita (sebagai seorang muslim) untuk memerintahkan mereka atau melarang. dengan kata lain terserah mereka apa yang ingin mereka lakukan.

Pro Kontra akan lebih komplek lagi ketika permasalahan ini diangkat diantara orang-orang muslim pada umumnya. ada yang mengatakan boleh-boleh saja merayakan valentine day dengan alasan apa jeleknya merayakan valentine day. bagi mereka yang menentang maka tidak boleh ikut merayakan valentine day dengan alasan itu bukan dari ajaran Islam.

Coba pikirkan, dalam masalah ini kita berbicara sebagai seorang muslim. pertama yang menjadi dasar kita dalam hidup ini adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah. apa itu As-Sunnah? As-Sunnah adalah apa-apa yang datang dari Nabi -sholallahu 'alaihi wasallam- dari perkataan, perbuatan, diamnya beliau akan suatu perbuatan (tidak melarang dan tidak memerintah) dan sifat baik dari fisik ataupun akhlaq.

Allah berfirman :

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Artinya : " Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya." (QS Al-Hasyr : 7)

Juga berfirman :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya : "Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al-Imran : 31)

Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda pada haji wadaa' :

وَقَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ إِنْ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ كِتَابُ اللَّهِ

Artinya : "Dan aku telah meninggalkan sesuatu bagimu maka kamu tidak akan tersesat selamanya jika kamu berpegang padanya yaitu : kitab Allah (Al-Qur'an)." (HR Muslim)

Dan masih banyak lagi dasar-dasar yang mewajibkan kita untuk perpagang teguh pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. singkat kata, dasar pegangan kita dalam hidup adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Ketika perayaan valentine day sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- dan para sahabatnya maka perayaan tersebut tidak boleh atau haram dilakukan oleh seorang muslim.

Allahu a'lam

#Rujukan :
القرآن الكريم
صحيح مسلم
مجموع فتاوى ورسائل فضيلة الشيخ محمد بن صالح العثيمين

Pembatal-Pembatal Wudhu

بسم الله الرحمن الرحيم

Pembatal wudhu adalah hal-hal yang membatalkan wudhu sehingga tidak diperbolehkan sholat kecuali dengan berwudhu. dan berikut adalah pembatal-pembatal wudhu :

- Apa-apa yang keluar dari dua jalan.

Seperti buang air kecil, buang air besar, buang angin, madzi atau wadzi. ada hal-hal tersebut yang keluar walau tidak dari kedua jalan. seperti melalui selang pada orang sakit.

- Melahirkan walau tidak keluar darah.

Jika perempuan melahirkan dan tidak keluar banyak darah, maka hanya diwajibkan wudhu ketika hendak sholat. akan tetapi jika keluar darah maka dia disebut nifas dan diwajibkan mandi ketika hendak sholat setelah darah berhenti.

- Yang keluar dari selain dua jalan, seperti darah dan muntahan.

Keluar darah dapat membatalkan wudhu jika dalam jumlah banyak atau mengalir dan keluar dari tempatnya. contohnya ketika mimisan dan darah keluar dari hidung. dan muntah dalam jumlah banyak yang memenuhi mulut. maka itu membatalkan wudhu.

- Hilangnya akal.

Seperti gila dan tidur. akan tetapi tidur yang sedikit tidak membatalkan wudhu. maksud tidur sedikit adalah masih terdengarnya suara orang lain. akan tetapi tidur yang nyenyak membatalkan wudhu.

- Menyentuh wanita.

Menyentuh wanita dapat membatalkan wudhu ketika disertai dengan syahwat. jika hanya tersentuh maka tidak membatalkan wudhu menurut pendapat yang paling kuat.

- Memegang kemaluan baik depan atau belakang.

Memegang kemaluan membatalkan wudhu ketika memegangnya dengan tangan bagian dalam atau bagian luar. akan tetapi jika tersentuh dengan ujung-ujung jari maka itu tidak membatalkan wudhu. begitu juga memegang dubur.

- Memakan daging unta.

Memakan daging unta membatalkan wudhu walau sekedar memakannya. akan tetapi daging selain unta tidak membatalkan wudhu seperti daging kambing.

- Ragu-ragu dalam wudhu.

Ketika seseorang ragu apakah dia telah batal wudhunya atau belum. jika dia lebih yakin bahwa wudhunya telah batal, maka wajib baginya untuk wudhu ketika hendak sholat. akan tetapi jika dia lebih yakin bahwa wudhunya belum batal maka tidak wajib baginya wudhu.

wallahu a'lam.

#Sumber :
الفِقْهُ الإسلاميُّ وأدلَّتُهُ لفضيلة الدكتور وَهْبَة الزُّحَيْلِيّ

Sabtu, 18 Februari 2012

Pengertian Tauhid Rububiyah


Pengertian Tauhid Rububiyah
Ada tiga macam tauhid, yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, Tauhid Asma' wa Sifat. Berikut adalah pengertian dari Tauhid Rububiyah.

Pengertian Tauhid Rububiyah adalah meng-esakan Allah dalam penciptaan, pemberian rezeki, pemeliharaan alam semesta, penghancuran alam semesta, pencabutan nyawa, dan pembangkitan manusia. itulah tauhid rububiyah. beriman bahwa Allah satu-satunya pencipta, satu-satunya pemberi rezeki, tidak ada yang dapat memberi madhorot dan manfaat kecuali hanya Allah.

Macam pertama dari tauhid ini, jika seseorang mengakuinya tanpa mengakui macam-macam tauhid yang lain maka belum bisa disebut muslim. karena orang-orang kafir juga mengakuinya. Allah berfirman :

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
Artinya : "Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah"." (QS Al-Ankabut : 61)

Allah juga berfirman :

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ
Artinya : "Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah."." (QS Yunus : 31)

Dan kenapakah mereka belum disebut sebagai muslim?

Karena mereka belum mengakui dan beriman dengan Uluhiyah Allah (silahkan baca artikel tentang Tauhid Uluhiyah). dan inilah macam tauhid yang kedua yang menentukan seseorang disebut sebagai muslim atau bukan.

# Diterjemahkan dari
I'anah Al-Mustafid Bi Syarh Kitab At-Tauhid, karya Syeikh Sholeh Fauzan Al-Fauzan.

Syarat Terkabulnya Doa


Syarat Terkabulnya Doa
Seorang hamba ketika berdoa kepada Robbnya menunjukkan bahwa dia sangat membutuhkan akan apa yang dia minta. tidak seorangpun yang berdoa, berharap doanya tidak dikabulkan, akan tetapi, semua berharap bahwa doa-doanya tersebut akan dikabulkan.

Dengan memperhatikan adab-adab dalam berdoa agar doa seorang hamba dikabulkan oleh Allah. sekiranya memperhatikan beberapa hal berikut ini :

1. Tidak mengatakan "Aku Telah Berdoa, Tapi Belum Juga Dikabulkan".

Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :

لَا يَزَال يُسْتَجَاب لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَة رَحِم ، مَا لَمْ يَسْتَعْجِل ، قِيلَ : يَا رَسُول اللَّه مَا الِاسْتِعْجَال ؟ قَالَ : يَقُول : دَعَوْت فَلَمْ أَرَ يَسْتَجِيب لِي ، فَيَسْتَحْسِر عِنْد ذَلِكَ ، وَيَدَع الدُّعَاء
Artinya : "Doa seorang hamba akan tetap dikabulkan selama tidak berdoa untuk hal yang dilarang (berdosa) atau untuk memutus tali silaturahmi. dan selama tidak terburu-buru. dikatakan : wahai Rosulullah, apa yang dimaksud terburu-buru (dalam doa)? berliau menjawab : yaitu perkataan : aku telah berdoa akan tetapi aku tidak melihat akan dikabulkan. maka dia akan merasa letih kemudian akan meninggalkan doa." (HR Muslim)

Dan dalam riwayat lain, Beliau bersabda :

يُسْتَجَاب لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَل ، فَيَقُول : قَدْ دَعَوْت فَلَا - أَوْ فَلَمْ - يَسْتَجِبْ لِي
Artinya : "Akan dikabulkan doa salah seorang diantara kalian selama tidak terburu-buru. maka berkata : aku telah berdoa akan tetapi aku tidak atau belum akan dikabulkan untukku." (HR Muslim, Bukhori, Tirmidzi)

2. Tidak berdoa untuk sesuatu yang berdosa.

Pada hadist pertama dijelaskan bahwa Allah akan senantiasa menjawab permintaan hamba-Nya selama tidak berdoa untuk hal-hal yang buruk, seperti mendoakan kejelekan untuk orang yang tidak bersalah.

3. Tidak berdoa untuk memutus tali silaturahmi.

Jika diantara kita ada yang berselisih dengan salah satu saudara kita, maka sebaiknya untuk segera menyelesaikan dengan cara yang baik. dan tidak berdoa agar jauh dari saudaranya. karena itu akan menjadikannya memutus tali silaturahmi diantara kita sebagaimana yang disebutkan dalam hadist pertama.

4. Selalu berdoa dan tidak putus asa.

Allah berfirman :

وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ عِنْدَهُ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَلَا يَسْتَحْسِرُونَ
Artinya : "Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih." (QS Al-Anbiya' : 19)

5. Yakin sepenuhnya kepada Allah.

Senantiasa yakin akan Allah, menerima setiap keputusan-Nya baik itu baik ataupun buruk. yakin bahwa Allah tidak akan memperlakukan kita kecuali untuk kebaikan kita. dibalik setiap musibah pastilah ada hikmah jika kita merenunginya.

# Rujukan :
Syarah Riyadh Ash-Sholihin (Versi Bahasa Arab), karya Syeikh Muhammad Sholih Al-Utsaimin.
Syarah Shohih Muslim (Versi Bahasa Arab), Imam An-Nawawi.

Sunahnya Puasa Bulan Sya'ban

Sunahnya Puasa Bulan Sya'banBulan Sya'ban adalah salah satu bulan pada penanggalan hijriyah, bulan sebelum bulan Ramadhan. Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- menyukai berpuasa pada bulan sya'ban sampai dikatakan bahwa beliau puasa pada seluruh bulan atau berpuasa sebulan sya'ban penuh kecuali beberapa hari saja.

Hadist dari 'Aisyah -rodhiyallahu 'anha- berkata :

مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إلَّا شَهْرَ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ
Artinya : "Aku tidak pernah melihat Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- berpuasa sebulan penuh kecuali bulan ramadhan, dan aku tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa pada suatu bulan kecuali pada bulan sya'ban." (HR Bukhori dan Muslim)

Dan pada riwayat lain dari keduanya (Bukhori dan Muslim) dikatakan :

لَمْ يَكُنْ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُهُ كُلَّهُ
Artinya : "Beliau belum berpuasa pada bulan-bulan lain sebanyak bulan sya'ban, sesungguhnya beliau berpuasa pada bulan itu secara penuh."

Pada shohih Muslim dikatakan :

كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ إلَّا قَلِيلًا
Artinya : "Beliau berpuasa pada bulan sya'ban kecuali beberapa hari."

Dan dari At-Tirmidzi dikatakan :

كَانَ يَصُومُهُ إلَّا قَلِيلًا بَلْ كَانَ يَصُومُهُ كُلَّهُ
Artinya : "Beliau berpuasa pada bulan tersebut kecuali beberapa hari, bahkan beliau berpuasa penuh."

Dan dari Abu Daud dikatakan :

كَانَ أَحَبُّ الشُّهُورِ إلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَصُومَهُ شَعْبَانَ ثُمَّ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ
Artinya : "Bulan yang disukai Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- untuk berpuasa adalah bulan Sya'ban kemudian menyambungnya pada ramadhan."

Maksud berpuasa "penuh" pada bulan sya'ban adalah sebagian hari pada bulan tersebut. pada hadist "sesungguhnya beliau berpuasa pada bulan itu secara penuh" ditafsirkan dengan hadist "Beliau berpuasa pada bulan tersebut kecuali beberapa hari" atau dengan hadist "Aku tidak pernah melihat Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- berpuasa sebulan penuh kecuali bulan ramadhan" bahwa beliau terkadang berpuasa penuh, terkadang beliau berpuasa penuh kecuali beberapa hari, terkadang juga beliau berpuasa setengah bulan saja.

Hikmah perbedaan lafadz-lafadz hadist diatas pada perbuatan Nabi -sholallahu 'alaihi wasallam- adalah agar puasa pada bulan sya'ban tidak dikira sebagai puasa wajib.

Jumhur (kebanyakan) ulama fiqh memandang bahwa puasa pada bulan sya'ban adalah sunnah dengan dasar hadist 'Aisyah diatas.

#Rujukan
Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubro
Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah

Hukum Istri Keluar Rumah Tanpa Izin

Hukum Istri Keluar Rumah Tanpa IzinPertanyaan : Assalammu'alaikum wr.wb.

Mau nanya nih.Ada seorang istri yang mana dia meninggalkan rumah suaminya, yang mana dirumah suaminya ada orang tua suaminya. Dan dengan alasan dia juga ingin menjaga orang tuanya (istri) dia meninggalkan rumah suaminya tersebut.
Posisinya orang tua mereka berdua janda.
Dan posisi didalam keluarga si suami tersebut, dialah anak laki-laki satu2nya dan masih ada saudara yang masih perlu bimbingan, dan kondisi keluarga si istri masih ada yang mampu menjaga orangtuanya itu.

Yang mau saya tanya.
Apa hukumnya istri meninggalkan suami dan anaknya?
Ada ayat atau surah yang mendukung kejadian ini?

Apa yang harus suami lakukan?

Syukron sebelumnya. Wassalammu'alaikum wr.wb.

Suharsoyo, Palembang

Jawaban : Wa'alaikum salam warahmatullah wabarakatuh.

Bismillah, segala puji bagi Allah, selawat serta salam semoga tercurah kepada Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam-.

Tidak sepantasnya bagi seorang istri untuk meninggalkan khidmatnya kepada suami, apa lagi meninggalkan ketaatan pada suami hanya demi kebutuhan pribadi. seorang istri dikatakan "nasyiz" (pembangkang) salah satunya adalah jika seorang istri pergi dari rumah suami tanpa izin dari suami atau dengan izin akan tetapi menyalahi izin tersebut. maka dalam keadaan demikian, tidak wajib bagi seorang suami untuk menafkahi istrinya yang "nasyiz" selama belum kembali.

Jika keadaan seperti yang anda katakan, maka tidak patut bagi istri untuk pergi dari rumah suami dengan alasan ingin menjaga orang tuanya juga, bahkan tidak halal kecuali dengan izin dan ridho dari suami. karena ketika seorang istri pergi dari rumah suami berarti dia tidak lagi mengerjakan kewajibannya sebagai seorang istri dan tidak menghormati hak-hak suami. salah satu hak suami adalah ketaatan istrinya kepadanya. ketika istri pergi tanpa ridho suami berarti telah meninggalkan ketaatannya kepada suaminya. sedangkan Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam bersabda :

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
Artinya : "jikalau aku berhak memerintah seseorang untuk sujud kepada orang lain maka sungguh aku akan memerintahkan kepada perempuan untuk sujud kepada suaminya."

Hadist ini membuktikan betapa besarnya hak seorang suami dan wajibnya atas istri untuk taat kepada suami selama suami tidak memerintahkan kepada hal-hal yang dilarang oleh agama.

Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- pernah ditanya oleh seorang perempuan tentang salah satu hak suami atas istri :

يَا رَسُول اللَّهِ مَا حَقُّ الزَّوْجِ عَلَى زَوْجَتِهِ ؟ فَقَال : حَقُّهُ عَلَيْهَا أَلاَّ تَخْرُجَ مِنْ بَيْتِهَا إِلاَّ بِإِذْنِهِ ، فَإِنْ فَعَلَتْ لَعَنَتْهَا مَلاَئِكَةُ السَّمَاءِ وَمَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلاَئِكَةُ الْعَذَابِ حَتَّى تَرْجِعَ
Artinya : "Wahai Rosulullah, apakah hak suami atas istrinya?" beliau menjawab : "Hak suami atas istri adalah tidaklah dia (istri) keluar rumah kecuali dengan izin dari suami, jika dia melakukannya (keluar tanpa izin) maka malaikat langit, malaikat rahmat dan malaikat adzab melaknatnya sampai dia pulang."

Apa yang harus dilakukan oleh suami pada istri yang "nasyiz"?

Allah berfirman :

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ
Artinya : "Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka" (QS An-Nisa : 34)

Selengkapnya anda bisa baca pada artikel :

Istri Idaman Hak Dan Kewajiban Bagian 2
Istri Idaman Hak Dan Kewajiban Bagian 1

Hari Besar Umat Islam Ada Tiga

Hari Besar Umat Islam Ada TigaPertanyaan : Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Apa bunyi hadits tentang 3 hari raya dalam Islam. Pendapat sebagian orang tentang perayaan Isra Miraj atau Maulid Nabi adalah termasuk bid'ah hasanah karena ada kesempatan untuk menyampaikan dakwah dalam perayaan itu seperti penyampaian perintah sholat dsb. Adakah bid'ah hasanah dalam Islam? Mengapa banyak ulama di Indonesia mendukung perayaan hari raya selain 3 hari raya Islam tersebut? Jazakallahu khairan katsiira.

herbono utomo, Ketapang, KalBar

Daftar Isi
- Hadist Tentang 3 Hari Raya
- Bid'ah Hasanah
- Dalil-dalil tentang pelarangan bid'ah
- Macam-Macam Makna "Hal Baru"
Jawaban : Wa'alaikum salam warahmatullah wabarakatuh

- Hadist Tentang 3 Hari Raya.

Salah satu hadist yang menyebutkan bahwa hari jum'at adalah hari raya, Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :

يَوْمُ الْجُمُعَةِ يَوْمُ عِيدٍ فَلَا تَجْعَلُوا يَوْمَ عِيدِكُمْ يَوْمَ صِيَامِكُمْ إِلَّا أَنْ تَصُومُوا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ
Artinya : "Hari jum'at adalah hari raya. jangan jadikan hari raya kalian sebagai hari kalian berpuasa kecuali telah berpuasa hari sebelumnya atau sesudahnya."

Dan tentang hari raya iedul fitri dan adha, semua ummat Islam telah bersepakat bahwa itu adalah hari raya Islam. adapun hadist-hadist tentang penetapannya adalah banyak sekali, diantaranya :

شَهْرَا عِيدٍ لَا يَنْقُصَانِ رَمَضَانُ وَذُو الْحِجَّةِ
Artinya : "2 bulan ied tidak akan berkurang, romadhon dan dzul hijjah."

Imam ahmad mengatakan : makna tidak akan berkurang adalah bahwa jika salah satu bulan yang ada hari rayanya tersebut kurang harinya maka akan melengkapi bulan yang lain.

Dikatakan juga makna tidak akan berkurang adalah pahala pada 2 bulan tersebut tidak akan berkurang.

Ibnu hajar berkata : disebutnya 2 bulan ied karena dalam 2 bulan tersebut terdapat 2 hari raya, iedul fitri dan iedul adha.

adapun hadist-hadist yang lainnya sangat banyak sekali. ketika Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam berkhutbah setelah sholat ied mengatakan bahwa hari itu adalah hari makan dan minum. dan hadist tentang pengwajiban zakat fitrah sebelum sholat iedul fitri.

- Bid'ah Hasanah.

Bid'ah secara bahasa dalam bahasa arab adalah hal-hal yang seseorang memulainya. seperti firman Allah :

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
Artinya : "Allah pencipta langit dan bumi." (QS Al-Baqoroh : 117)

Dan makna bid'ah secara istilah adalah semua yang diperuntukan untuk beribadah kepada Allah yang tidak disyariatkan dari aqidah, perkataan dan perbuatan.

- Dalil-dalil tentang pelarangan bid'ah :

Allah berfirman :

فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ
Artinya : "maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan." (QS Yunus : 32)

dan sabda Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- :

أوصيكُمْ بتَقوى الله ، والسَّمْعِ والطَّاعةِ ، وإنْ تَأَمَّرَ عَليكُم عَبْدٌ ، وإنَّه من يَعِشْ مِنْكُم بعدي فَسَيرى اختلافاً كَثيراً ، فَعَلَيكُمْ بِسُنَّتِي وسُنَّةِ الخُلفاء الرَّاشدينَ المهديِّينَ ، عَضُّوا عليها بالنَّواجِذِ ، وإيَّاكُم ومُحْدَثاتِ الأمور ، فإنَّ كُلَّ بِدعَةٍ ضَلالةٌ
Artinya : "aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, tunduk dan ta'at walaupun yang memimpin adalah seorang budak. sesungguhnya diantara kalian yang akan hidup setelahku akan melihat banyak perbedaan. maka wajib atas kalian untuk berpegang dengan sunnah (ajaran)ku dan sunnah khulafa' rasyidin yang diberi petunjuk. peganglah dengan gigi geraham. dan janganlah kalian melakukan hal-hal yang baru. maka sesunggunya semua bid'ah adalah sesat."

Dijelaskan dalam syarh arba'in nawawi makna وإيَّاكُم ومُحْدَثاتِ الأمور :

- Ada dua macam makna hal baru :

1. Hal baru yang tidak ada sumbernya dari syariah, maka ini batil.
2. Hal baru akan tetapi ada dasar dan sumbernya dari syariah, karena patokan kebatilan bukan dari penamaan bid'ah. seperti perkataan Umar -rodhiyallahu 'anhu- ketika mengumpulkan manusia untuk sholat tarawih dengan satu imam :

نعمت البدعة هذه
Artinya : "sebaik-baiknya bid'ah adalah ini." yaitu terawih.

maka macam yang kedua ini tidak apa-apa karena bersumber dari syariah. dan penamaan bid'ah dengan bid'ah hasanah dan bid'ah sayyiah tidak terdapat riwayat tentang hal tersebut.

Sedangkan yang anda tanyakan tentang perayaan-perayaan seperti isra' mi'raj dan maulid Nabi -sholallahu 'alaihi wasallam- bahwa perayaan-perayaan yang pernah dilakukan Nabi -sholallahu 'alaihi wasallam- hanya sebatas perayaan hari-hari raya saja. dan beliau serta para sahabatnya baik sebelum atau sesudah beliau meninggal tidak pernah merayakan hari kelahiran (maulid) dan perayaan selain hari raya diatas.

Jadi perayaan dan peringatan dalam Islam hanya pada hari raya. dan hari raya Islam adalah iedul fitri, adha dan hari jum'at. selain itu tidak ada dasarnya dalam syariah.

Alasan dapat menyampaikan dakwah adalah alasan yang tidak dibenarkan, karena dakwah bisa dan seharusnya dilakukan dihari-hari biasa, bukan hanya pada perayaan-perayaan. dan dakwah bukan sekali dalam setahun. akan tetapi setiap hari bahkan setiap saat.

Tentang kenapa banyaknya ulama indonesia yang banyak mendukung perayaan-perayaan tersebut saya tidak mengetahui alasan mereka. dan yang perlu kita semua pegang sebagai seorang muslim yang ingin mengamalkan kehidupan Islami dalam setiap aktifitas kita adalah :

- Ingatlah bahwa semua ibadah hukumnya adalah haram, sampai ada dalil yang menetapkannya.
- Islam mengedepankan menghindari fitnah dan keburukan dari pada sekedar mengambil manfaat.
- Jika kita ragu akan suatu ibadah, maka tinggalkanlah sampai kita mengilmui dan yakin akan hukum ibadah tersebut, karena kita diperintahkan untuk beribadah kepada Allah dengan ilmu dan bukan hanya ikut-ikutan.

Wabillahi at-taufiq.

6 Perkara Yang Menentukan Amalan

6 Perkara Yang Menentukan AmalanPara ulama telah sepakat, suatu ibadah tidaklah sah, kecuali apabila terkumpul 2 syarat. Yaitu :
1. Ikhlas karena Allah
2. Mutaba’ah (mengikuti contoh Rasululloh shollallahu 'alaihi wa sallam ).

Hendaknya diketahui, bahwasanya mutaba’ah (ittiba) tidak akan terwujud, melainkan bila amal itu sesuai dengan syari’at Islam dalam 6 perkara:
(a) sebabnya
(b) jenisnya
(c) kadar (bilangan/ukuran)nya
(d) kaifiyat (cara)nya
(e) waktunya
(f) tempatnya

Penjelasan:

a. Sebabnya.

Jika seseorang melakukan suatu ibadah kepada Allah dengan sebab yang tidak disyariatkan, maka ibadah tersebut adalah bid’ah dan tidak diterima. Misalnya, ada orang yang melakukan sholat tahajud pada malam 27 bulan Rajab, dengan dalih bahwa malam itu adalah malam mi’raj Rasululloh (dinaikkan ke atas langit). Sholat tahajud adalah ibadah, tetapi karena dikaitkan dengan sebab tersebut, maka ia menjadi bid’ah. Karena ibadah tadi didasarkan atas sebab yang tidak ditetapkan dalam syari'at. Syarat ini sangat penting, karena dengan demikian akan dapat diketahui beberapa macam amal yang dianggap termasuk sunnah, namun sebenarnya adalah bid’ah.

b. Jenisnya.

Maksudnya, ibadah harus sesuai dengan syari’at dalam jenisnya. Jika tidak, maka tidak diterima. Misalnya, seorang yang menyembelih kuda untuk kurban. Maka penyembelihan ini tidak sah, karena menyalahi ketentuan syari’at dalam jenisnya. Yang boleh dijadikan kurban yaitu unta, sapi, dan kambing.

c. Kadar (bilangan/ukuran)nya.

Jika ada seseorang yang menambah bilangan raka’at sholat, yang menurutnya penambahan itu diperintahkan, maka sholat tersebut adalah bid’ah dan tidak diterima,
karena tidak sesuai dengan ketentuan syari'at dalam hal jumlah bilangan raka'atnya. Jadi apabila ada orang sholat Zhuhur lima raka'at, umpamanya, maka sholatnya tidak sah.

d. Kaifiyat (cara)nya.

Seandainya ada orang yang sholat, dia sujud terlebih dahulu sebelum ruku, maka sholatnya tidak sah dan tertolak, karena tidak sesuai dengan cara yang ditentukan syari’at.

e. Waktunya.

Apabila ada orang yang menyembelih binatang kurban atau hadyu pada hari pertama bulan Dzulhijjah, maka sembelihan (kurban)nya tidak sah, karena waktu pelaksanaannya di luar ketentuan ajaran Islam. Contoh lain, orang yang sholat sebelum masuk waktunya, maka sholatnya tidak diterima.

f. Tempatnya.

Andaikata ada orang yang beri’tikaf di tempat selain masjid, maka i’tikafnya. tidak sah. Sebab, tempat i’tikaf hanyalah di masjid.


Kenapa Islam Mensyariatkan Qishos

Kenapa Islam Mensyariatkan QishosHukuman mati. begitu semua orang memahami ketika mendengar tentang Qishos. pro-kontra tentang pemberlakuan hukuman mati begitu ramai dibahas. yang menentang pemberlakuan hukuman mati beralasan bahwa hukuman tersebut tidak manusiawi. bagi yang mendukungnya mengatakan bahwa hukuman tersebut setimpal dengan apa yang telah diperbuat.

Islam sendiri juga memberlakukan/mensyariatkan hukuman mati, salah satunya adalah qishos dalam pembunuhan, yaitu hukuman mati bagi pelaku pembunuhan yang disengaja. Kenapa Islam Mensyariatkan Qishos? Allah menjawabnya dengan firman-Nya :

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya : "Dan dalam qishos itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa." (QS Al-Baqoroh : 179)

Abu Al-'Aliyah berkata : Allah telah menjadikan qishos sebagai kehidupan, berapa banyak orang yang ingin membunuh akan tetapi tidak jadi membunuh karena takut akan dibunuh.

Salah satu alasan kenapa hukuman mati harus tetap diberlakukan, agar orang yang mempunyai niat ingin membunuh akan segera mengurungkan niatnya setelah merasa takut jika dibunuh. dan alasan lain kenapa qishos disyariatkan dalam islam adalah untuk membuat orang berpikir sebagaimana dikatakan pada akhir ayat diatas.

Orang berakal akan segera berpikir jika hendak melakukan kejahatan, pelaku akan segera mengurungkan niatnya setelah dia tahu bahwa dia juga tidak mau jika menjadi korban. maka urungnya niat kejahatan menjadikan/menjamin kehidupan bagi yang lain juga selain menjamin kehidupan tersebut untuk dirinya.

Orang-orang terdekat korban dan keluarganya akan tambah marah diatas kemarahan jika hukuman mati tidak dilaksanakan. apakah yang akan terjadi jika qishos/hukuman mati tidak diberlakukan, pastilah keluarga korban akan berpikir untuk balas dendam. dan dalam hal ini justru akan meningkatkan kematian dan permusuhan tanpa ujung, dan Islam menghendaki jaminan kehidupan bagi semua jiwa karena setiap jiwa adalah mulia.

Hadist Perbedaan Umat Adalah Rahmat

Pertanyaan : Sebenarnya hadits yang mengatakan "perbedaan itu adalah rahmat" shahih atau tidak. truz kalau diliat dari fisik hadits tersebut agak kurang seirama dengan ayat alquran yang mengatakan "... janganlah kamu berpecah belah dan bercerai-cerai" jadi bagaimana?

Dira, Aceh

Jawaban : Bismillah, Segala puji bagi Allah, sholawat serta salam tetap tercurah kepada Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam-.

Hadist :
اختلاف أمتي رحمة
Artinya : "Perbedaan Ummatku adalah rahmat."

Albaihaqi menyebutkannya dari Sulaiman bin Abi Karimah dari Juwaibir dari Adz-Dzohak dari Ibnu Abbas dengan lafadz :

مهما أو تيتم من كتاب الله فالعمل به لا عذر لأحد في تركه، فإن لم يكن في كتاب الله فسنة مني ماضية، فإن لم تكن سنة مني فما قال أصحابي، إن أصحابي بمنزلة النجوم في السماء، فأيما أخذتم به اهتديتم، واختلاف أصحابي لكم رحمة
Ath-Thobrani dan Ad-Dailami meriwayatkan dengan lafadz yang sama dalam musnad mereka.

Juwaibir adalah lemah, Adh-Dhohak dari Ibnu Abbas terputus sanadnya.

Juga diriwayatkan dengan lafadz lain :

اختلاف أصحابي رحمة لأمتي
Artinya : "Perbedaan sahabat-sahabatku adalah rahmat untuk ummatku."

dikatakan : hadist mursal dan lemah.

Al-Albani mengatakan dalam silsilah Al-Ahadist Adh-Dho'ifah (lihat no 58,59,61): tidak ada sumbernya.

Akan tetapi dalam kitab Al-Hujjah karya Nasr Al-Maqdisi, Az-Zarkasyi menguatkannya sebagai hadist marfu' (sanadnya sampai kepada Nabi -sholallahu 'alaihi wasallam-) tanpa menyebutkan sanadnya.

Dikatakan juga bahwa hadist ini masyhur di lisan para ulama. Imam An-Nawawi dalam Syarh Shohih Muslim menukilnya dari Al-Khattabi, dan membantah orang yang menyanggah hadist ini.

Jika hadist ini memang marfu' (sampai sanadnya) kepada Nabi -sholallahu 'alaihi wasallam-, maka Al-Khattabi telah menjelaskan tentang maksud dari hadist tersebut. beliau berkata :

Perbedaan dalam agama ada tiga macam :

Pertama : Penetapan Sang Pencipta dan Ke-Esaan-Nya, mengingkarinya adalah kafir.
Kedua : Tentang Nama dan Sifat-sifat-Nya, Mengingkarinya adalah bid'ah.
Ketiga : Dalam masalah furu' yang dalilnya kemungkinan mempunyai makna dan maksud lebih dari satu. maka dalam hal ini Allah menjadikan perbedaan sebagai rahmat. dan inilah yang dimaksud dengan hadist : "perbedaan ummatku adalah rahmat."

Diriwayatkan juga dari Umar bin Abdul Aziz bahwa beliau berkata : tidaklah membahagiakanku jika sahabat Nabi -sholallahu 'alaihi wasallam- belum berbeda, jika mereka tidak berbeda pendapat maka tidak akan ada rukhshoh.

Jika hadist ini memang shohih, maka maksudnya adalah perbedaan para sahabat dalam masalah furu', seperti penentuan hukum-hukum seperti wajib, sunnah, makruh atau haram dengan dalil yang memiliki kemungkinan maksud lebih dari satu. seperti halnya perbedaan ulama 4 madzhab dalam masalah fiqih (furu'). maka itulah yang disebut rahmat bagi ummat sebagaimana yang dikatakan al-khattabi diatas. dan dengan ada perbedaan maka ditetapkannya pula rukhshoh (keringanan-keringanan) sebagaimana yang diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz.

Wabillahit Taufiq.

Adab Dalam Berhubungan Suami Istri

Adab Dalam Berhubungan Suami IstriSeorang ketika baru menikah atau akan menikah, sewajarnya mengetahui adab-adab malam pertama agar kesan pertama dan keindahan malam pertama tidak hilang percuma dan terasa keindahannya. Islam telah mengajarkan adab-adab tersebut.

Sejalannya dengan waktu, setelah malam pertama terlewati, maka yang tertinggal adalah kehidupan suami istri. harmonis atau tidaknya dan baik buruknya hubungan tersebut tergantung bagaimana suami dan istri menyikapinya. akan tetapi, Islam selalu mengajurkan dan bahkan memerintahkan untuk selalu berbuat baik dan bersikap romantis agar keharmonisan keluarga tetap terjaga. Allah berfirman :

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Artinya : "Dan bergaullah dengan mereka (istri-istri kalian) secara baik. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (QS An-Nisa : 19)

Dan termasuk adab dalam berhubungan suami istri (bersenggama) adalah sebagaimana yang disabdakan Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ : أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِىَ أَهْلَهُ قَالَ بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنِى الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا ثُمَّ رُزِقَ أَوْ قُضِىَ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ لَمْ يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ
Artinya: "Ibnu Abbas berkata, Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda: "Apabila seseorang membaca doa berikut ini sebelum menggauli isterinya: "bismillah allahumma jannibnis syaithan wa jannibis syaithan ma razaqtana" (Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, jauhkanlah syetan dari saya, dan jauhkanlah ia dari apa yang akan Eukau rizkikan kepada kami (anak, keturunan), kemudian dari hubungan tersebut ditakdirkan menghasilkan seorang anak, maka ia tidak akan diganggu oleh setan selamanya" (HR. Bukhari dan Muslim)

Untuk doa sebelum berhubungan suami istri adalah sebagai berikut :

بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنِى الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
"bismillah allahumma jannibnis syaithan wa jannibis syaithan ma razaqtana"
Artinya : "Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, jauhkanlah syetan dari saya, dan jauhkanlah ia dari apa yang akan Eukau rizkikan kepada kami (anak, keturunan)."

Jika anda tidak hafal doa tersebut dengan bahasa arab, maka cukuplah berdoa dengan bahasa indonesia atau bahasa yang mudah bagi anda, kerena Allah Maha Mengetahui.

Jumat, 10 Februari 2012

Makalah ULUMUL QUR’AN DAN PERKEMBANGANNYA

ULUMUL QUR’AN DAN PERKEMBANGANNYA




I. PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN

Kata ‘Uluum jamak dari kata ‘ilmu. ‘Ilmu berarti al-fahmu walidraak (“paham dan menguasai”). Kemudian arti kata ini berubah menjadi masalah-masalah yang beraneka ragam yang disusun secara ilmiah.
Jadi; yang dimaksud dengan ‘ULUUMUL QUR’AN ialah yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan Qur’an dari segi asbaabun nuzuul, an-Nasikh wal mansukh, al-muhkam wal mutasyaabih, al-Makki wal Madani, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan Qur’an. Terkadang ilmu ini dinamakan juga USUULUT TAFSIIR (“dasar-dasar tafsir”), karena yang dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang mufasir sebagai sandaran dalam menafsirkan Qur’an.

Terdapat berbagai defenisi tentang yang dimaksud dengan Ulumul Qur’an ( ilmu ilmu al-qur’an ). contohnya yaitu :
Imam Al-Zarqani dalam kitabnya manahil al-irfan fi ulum al-qur’an merumuskan Ulumul Qur’an sebagai berikut : “ Pembahasan-pembahasan masalah yang berhubungan dengan al-qur’an, dari segi turunnya, urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, mukjizatnya, nasikh mansukhnya, dan bantahan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keragu-raguan terhadap al-qur’an dan sebagainya”.
Imam Al-Suyuthi dalam kitab itmamu al-dirayah mengatakan, Ulumul Qur’an adalah : “ ilmu yang membahas tentang keadaan al-qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, makna – maknanya, baik yang berhubungan dengan lafal-lafalnya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.
II. PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN

Ulumul Qur’an itu sendiri bermula dari Rasulullah SAW, tetapi saat itu Rasulullah S.A.W tidak mengizinkan mereka menuliskan sesuatu dari dia selain Qur’an, karena ia khawatir Qur’an akan tercampur dengan yang lain. “ Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id al-khudri, bahwa rasulullah S.A.W berkata :
“Janganlah kamu tulis dari aku; barang siapa yang menuliskan
dari aku selain Qur’an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa
yang dariku; dan itu tiada halangan baginya. Dan barang siapa
yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya
di api neraka.”
Sekalipun sesudah itu, Rasulullah S.A.W baru mengizinkan kepada sebagian sahabat untuk menulis hadist, tetapi hal yang berhubungan dengan Qur’an, para sahabat menulis tetap didasarkan pada riwayat yang melalui petunjuk di zaman Rasulullah S.A.W., dimasa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar r.a.
Kemudian datang masa kekhalifahan Usman r.a dan keadaan menghendaki untuk menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf. Dan hal itu pun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf imam. Salinan salinan mushaf itu juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan Rasmul ‘Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman.r.a. Dan ini dianggap sebagai permulaan dari ‘Ilmu Rasmil Qur’an.
Kemudian datang masa kekhalifahan Ali r.a. Dan atas perintahnya, Abul Aswad ad-Du’ali meletakkan kaidah kaidah Nahwu, cara pengucapan yang tepat, baku, dan memberikan ketentuan harakat pada Qur’an. Ini juga dianggap sebagai permulaan ‘Ilmu I’rabil Qur’an.
Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna Qur’an dan penafsiran ayat-ayatnya yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW. Hal yang demikian diteruskan oleh murid-murid mereka, yaitu para tabi’in.
Diantara para mufasir yang termasyhur dari para sahabat adalah empat orang khalifah, kemudian Ibn Mas’ud, Ibn ‘Abbas, Ubai bin Ka’b, Zaid bin Sabit, Abu Musa al- Asy’ari dan Abdullah bin Zubair.
Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, dan Ubai bin Ka’b. Dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti sudah merupakan tafsir Qur’an yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran tentang apa yang masih samara dan penjelasan apa yang masih global. Mengenai para tabi’in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat.
Diantara murid-murid Ibn Abbas di Mekkah yang terkenal ialah Sa’id bin jubair, Mujahid, ‘Ikrimah bekas sahaya (maula) Ibn Abbas, Tawus bin Kisan al-Yamani dan ‘Ataa’ bin Abi Rabaah.
Dan terkenal pula diantara murid-murid Ubai bin Ka’b di medinah, Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’b al-Qurazi.
Dari murid-murid Abdullah bin Mas’ud di Irak yang terkenal ‘Alqamah bin Qais, Masruq, al-Aswad bin Yazid, ‘Amir asy-Sya’bi, Hasan al-Basri dan Qatadah bin Di’amah as-Sadusi.
Ibnu Taimiyah berkata : “Adapun mengenai Ilmu tafsir, orang yang paling tahu adalah penduduk Mekkah, karena mereka sahabat Ibn Abbas, seperti Mujahid, ‘Ataa’ bin Abi Rabaah, ‘Ikrimah maula Ibn Abbas dan sahabat sahabat Ibn Abbas lainnya. Begitu juga penduduk Kufah dari sahabat Ibn Mas’ud; dan mereka itu mempunyai kelebihan dari ahli tafsir yang lain. Ulama penduduk Medinah dalam ilmu tafsir diantaranya adalah Zubair bin Aslam, Malik dan anaknya Abdurrahman serta Abdullah bin Wahb.
Dan yang diriwayatkan dari mereka itu semua meliputi ilmu Tafsir, ilmu Gariibil Qur’an, ilmu Asbaabun Nuzuul, ilmu Makki Wal Madani, dan ilmu Nasikh dan Mansukh. Tetapi semua itu tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan.
Pada abad kedua hijri tiba masa pembukuan (tadwiin)yang dimulai dengan pembukuan hadist dengan segala babnya yang bermacam-macam; dan itu juga menyangkut hal berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir Qur’an yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, dari para sahabat atau dari para tabi’in.
Diantara mereka itu, yang terkenal adalah Yazid bin Harun as-Sulami (wafat 117H), Syu’bah bin Hajjaj (wafat 160H), Waki’ bin Jarraah (wafat 197H), Sufyan bin ‘Uyainah (wafat 198), dan ‘Abdurrazzaq bin hammam (wafat 112H).
Mereka semua adalah para ahli hadist. Sedang tafsir yang mereka susun merupakan salah satu bagiannya. Namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ke tangan kita.
Kemudian langkah mereka diikuti oleh segolongan ulama. Mereka menyusun tafsir Qur’an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang paling terkenal diantara mereka ada Ibn Jarir at-Tabari (wafat 310H).
Demikianlah tafsir pada mulanya dinukilkan (dipindahkan) melalui penerimaan (dari mulut ke mulut) dari riwayat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadist; selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at-tafsir bil ma’sur (berdasarkan riwayat), lalu diikuti oleh at-tafsir bir ra’yi (berdasarkan penalaran).
Disamping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan dengan Qur’an, dan hal ini sangat diperlukan oleh seorang mufasir.
Pada abad ketiga hijri, ada :
- Ali bin al-Madani (wafat 234H), guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbaabun nuzuul.
- Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam (wafat 224H), menulis tentang Nasikh-Mansukh dan Qira’aat.
- Ibn Qutaibah (wafat 276H), menyusun tentang problematika Qur’an / Musykilatul Qur’an.

Pada abad keempat hijri, ada :
- Muhammad bin khalaf bin Marzaban (wafat 309H), menyusun al-Haawii faa ‘Uluumil Qur’an.
- Abu Muhammad bin Qasim al-Anbari (wafat 351H), juga menulis tentang ilmu-ilmu Qur’an.
- Abu Bakar as-Sijistani (wafat 330H), menyusun Ghariibil Qur’an.
- Muhammad bin Ali al-Adfawi (wafat 388H), menyusun al-Istignaa’fi ‘Uluumil Qur’an.

Kemudian kegiatan karang mengarang dalam hal ilmu ilmu Qur’an tetap berlangsung sesudah itu, seperti :
- Abu Bakar al-Baqalani (wafat 403H), menyusun I’jazul Qur’an.
- Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufi (wafat 430H), menulis mengenai I’raabul Qur’an.
- Al-Mawardi (wafat 450H), menyusun tentang tamsil-tamsil dalam Qur’an (Amsaalul Qur’an).
- Al-‘Izz bin ‘Abdus Salam (wafat 660H), menyusun tentang majaz dalam Qur’an.
- ‘Alamuddin as-Sakhawi (wafat 634H), menulis mengenai ilmu Qira’at (cara membaca Qur’an) dan Aqsaaul Qur’an.
Setiap penulis dalam karangannya itu menulis bidang dan pembahasan tertentu yang berhubungan dengan ilmu-ilmu Qur’an.
Sedang pengumpulan hasil pembahasan dan bidang-bidang tersebut mengenai ilmu-ilmu Qur’an, semuanya atau sebagian besarnya dalam satu karangan, maka Syaikh Muhammad ‘Abdul ‘Aziim az-Zarqaani menyebutkan didalam kitabnya Manaahilul ‘Irfan fi ‘Uluumil Qur’an bahwa ia telah menemukan didalam perpustakaan Mesir sebuah kitab yang ditulis oleh Ali bin Ibrahim bin Sa’id yang terkenal dengan al-Hufi, judulnya al-Burhaan fi ‘uluumil Qur’an yang terdiri atas tiga puluh jilid.
Pengarang membicarakan ayat-ayat Qur’an menurut tertib mushaf. Dia membicarakan ilmu-ilmu Qur’an yang dikandung ayat itu secara tersendiri, masing-masing diberi judul sendiri pula, dan judul yang umum disebut dengan al-Qaul fii Qaulihi ‘Azza wa jalla (pendapat mengenai firman Allah ‘Azza wa jalla). Kemudian dibawah judul ini dicantumkan :
- al-Qaul fil I’rab (pendapat mengenai morfologi)
- al-Qaul fil ma’naa wat Tafsir (pendapat mengenai makna dan tafsirnya)
- al-Qaul fil waqfi wat tamaam ( pendapat mengenai tanda berhenti dan tidak)
Sedangkan Qira’at diletakkan dalam judul tersendiri pula, yang disebut al-Qaul fil Qira’at (pendapat mengenai qira’at). Dan kadang ia berbicara tentang hukum-hukum dalam Qur’an.
Dengan metode seperti ini, al-Hufi (wafat 330H) dianggap sebagai orang pertama yang membukukan ‘Ulumul Qur’an/ ilmu-ilmu Qur’an. Meskipun pembukuannya memakai cara tertentu seperti yang disebut diatas.
Kemudian karang mengarang tentang ilmu-ilmu Qur’an terus berlanjut, seperti ada :
- Ibnul jauzi (wafat 597H), dengan menulis sebuah kitab berjudul Funuunul Afnaan fi ‘Aja’ibi ‘Uluumil Qur’an.
- Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794H), menulis sebuah kitab lengkap dengan judul al-Burhaan fi ‘Uluumil Qur’an.
- Jalaluddin al-Balqini (wafat 824H), memberikan tambahan atas kitab al-Burhan didalam kitabnya Mawaqi’ul ‘Uluum min Mawaaqi’in Nujuum.
- Jalaluddin as-Suyuti (wafat 911H), menyusun kitab yang terkenal al-Itqaan fi Uluumil Qur’an.
Kepustakaan ilmu-ilmu Qur’an pada masa kebangkitan modern tidaklah lebih kecil daripada nasib ilmu-ilmu yang lain. Orang-orang yang menghubungkan diri dengan gerakan pemikiran islam telah mengambil langkah yang positif dalam membahas kandungan Qur’an dengan metode baru pula, seperti :
- Kitab I’jaazul Qur’an, yang ditulis oleh Mustafa Sadiq ar-Rafi’i.
- Kitab at-Taswiirul Fanni fil Qur’an dan Masyaahidul Qiyaamah fil Qur’an, oleh Sayid Qutb.
- Kitab Tarjamatul Qur’an, oleh Muhammad Mustafa al-Maragi.
- Kitab Mas’alatu Tarjamatil Qur’an, oleh Mustafa Sabri.
- Kitab an-Naba’ul ‘Aziim, oleh Dr. Muhammad ‘Abdullah Daraz.
- Kitab Mukaddimah tafsir Mahaasinut Ta’wil, oleh Jamaluddin al-Qasimi.
- Kitab at-Tibyaan fi ‘uluumil Qur’an, oleh Syaikh Tahir al-Jaza’iri.
- Kitab Manhajul Furqaan fi ‘Uluumil Qur’an, oleh Syaikh Muhammad ‘Ali Salamah.
- Kitab Manaahilul ‘irfan fi ‘Uluumil Qur’an, oleh Muhammad ‘Abdul ‘Azim az-Zarqani.
- Kitab Muzakkiraat ‘Uluumil Qur’an, oleh Syaikh Ahmad ‘Ali.
Dan akhirnya muncul Kitab Mabaahisu fi ‘Uluumil Qur’an oleh Dr. Subhi as-Salih. Juga diikuti oleh Ustadz Ahmad Muhammad Jaml yang menulis beberapa studi sekitar masalah “Maa’idah” dalam Qur’an.
Pembahasan-pembahasan tersebut diatas dikenal dengan sebutan ‘ULUUMUL QUR’AN, dan kata ini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.

III. RUANG LINGKUP ULUMUL QUR’AN

Dari uraian diatas tersebut tergambar bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-qur’an. Subhi al-shalih lebih lanjut menjelaskan bahwa para perintis ilmu al-qur’an adalah sebagai berikut :
Dari kalangan sahabat nabi
Dari kalangan tabi’in di madinah
Dari kalangan tabi’ut tabi’in (generasi ketiga kaum muslimin)
Dan dari generasi-generasi setelah itu.

Para ulama mufasir dari semua kalangan dan generasi-generasi yang tercakup dalam lingkup Uluumul Qur’an menafsirkan Qur’an selalu berpegang pada :

1). Al-Qur’anul Karim
Sebab apa yang yang dikemukakan secara global di satu tempat/ayat dijelaskan secara terperinci ditempat/ayat yang lain. Terkadang pula sebuah ayat datang dalam bentuk mutlaq atau umum namun kemudian disusul oleh ayat lain yang membatasi atau mengkhususkannya. Inilah yang dinamakan “Tafsir Qur’an dengan Qur’an”.

2). Nabi S.A.W
Mengingat beliaulah yang bertugas untuk menjelaskan Qur’an. Karena itu wajarlah kalau para sahabat bertanya kepada beliau ketika mendapatkan kesulitan dalam memahami sesuatu ayat. Diantara kandungan Qur’an terdapat ayat ayat yang tidak dapat diketahui ta’wilnya kecuali melalui penjelasan Rasulullah . misalnya rincian tentang perintah dan larangan-Nya serta ketentuan mengenai hukum-hukum yang difardhukan-Nya.

3). Para Sahabat
Mengingat para sahabatlah yang paling dekat dan tahu dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Riwayat dari para sahabat yang berasal dari Rasulullah SAW cukup menjadi acuan dalam mengembangkan ilmu-ilmu Qur’an. Dan yang cukup banyak menafsirkan Qur’an seperti empat orang khalifah dan para sahabat lainnya.

4). Pemahaman dan ijtihad
Apabila para sahabat tidak mendapatkan tafsiran dalam Qur’an dan tidak pula mendapatkan sesuatu pun yang berhubungan dengan hal itu dari Rasulullah, dan banyak perbedaan-perbedaan dari kalangan sahabat, maka mereka melakukan ijtihad dengan mengerahkan segenap kemampuan nalar. Ini mengingat mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat menguasai bahasa Arab, memahaminya dengan baik dan mengetahui aspek-aspek yang ada didalamnya.

Pada masa kalangan sahabat, tidak ada sedikit pun tafsir / ilmu ilmu tentang Qur’an yang dibukukan, sebab pembukuan baru dilakukan pada abad kedua hijri. Masa pembukuan dimulai pada akhir dinasti Bani Umayah dan awal dinasti Abbasiyah.

IV. CABANG CABANG ULUMUL QUR’AN

Secara garis besar Ulumul Qur’an terbagi dua, yaitu:
Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata mata, seperti ilmu qira’at, tempat turunnya ayat-ayat al-qur’an, waktu turunnya, dan sebab-sebabnya.
Ilmu yang berhubungan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafal yang gharib (asing pengertiannya) serta mengetahui makna ayat yang berhubungan dengan hukum.
Tujuan mempelajari ulumul qur’an ini adalah untuk memperoleh keahlian dalam mengistimbath hukum syara’, baik mengenai keyakinan atau I’tiqad, amalan, budi pekerti, maupun lainnya. Cabang-cabang dari Ulumul Qur’an adalah sebagai berikut :

Ilmu Mawathin al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan tempat tempat turunnya ayat, masanya, awal dan akhirnya.
Ilmu Tawarikh al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan dan menjelaskan masa turun ayat dan tertib turunnya, satu demi satu dari awal turun hingga akhirnya, dan tertib turun surat dengan sempurna.
Ilmu Asbab al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan sebab sebab turunnya ayat.
Ilmu Qira’at yaitu : ilmu yang menerangkan rupa-rupa Qira’at ( bacaan Al-Qur’an yang diterima dari Rasulullah SAW ).
Ilmu tajwid yaitu : ilmu yang menerangkan cara membaca al-qur’an, tempat mulai dan pemberhentiannya.
Ilmu Gharib al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa, atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangkan makna-makna kata yang halus, tinggi, dan pelik.
Ilmu I’rabil qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan baris al-qur’an dan kedudukan lafal dalam ta’bir ( susunan kalimat ).
Ilmu Wujuh wa al-nazhair yaitu : ilmu yang menerangkan kata-kata al-qur’an yang banyak arti, menerangkan makna yang dimaksud pada satu-satu tempat.
Ilmu Ma’rifat al-muhkam wa al-mutasyabih yaitu : ilmu yang menyatakan ayat ayat yang dipandang muhkam dan ayat ayat yang dianggap mutasyabih.
Ilmu Al-Nasikh wa al-Mansukh yaitu : ilmu yang menerangkan ayat ayat yang dianggap mansukh oleh sebagian mufasir.
Ilmu Bada’I al-qur’an yaitu : ilmu yang membahas keindahan keindahan al-qur’an. ilmu ini menerangkan kesusastraan al-qur’an, kepelikan, dan ketinggian balaghahnya.
Ilmu I’daz al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan kekuatan susunan tutur al-qur’an, sehingga ia dipandang sebagai mukjizat.
Ilmu Tanasub ayat al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
Ilmu Aqsam al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah tuhan atau sumpah-sumpah lainnya yang terdapat di al-qur’an.
Ilmu Amtsal al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan segala perumpamaan yang ada dalam al-qur’an.
Ilmu Jidal al-qur’an yaitu : ilmu untuk mengetahui rupa rupa debat yang dihadapkan al-qur’an kepada kaum musyrikin dan lainnya.
Ilmu Adab al-tilawah al-qur’an yaitu : ilmu yang mempelajari segala bentuk aturan yang harus dipakai dan dilaksanakan didalam membaca al-qur’an. Segala kesusilaan, kesopanan, dan ketentuan yang harus dijaga ketika membaca al-qur’an.
Dan ilmu-ilmu lain yang membahas tentang Al-Qur’an.

Penentuan Iedul Adha yang Berbeda

Assalamu'alaikum warahmatullahiwabarakatuh

Pemerintah Indonesia telah menetapkan bahwa Iedul Adha 10 Dzul Hijjah 1431 H jatuh pada tgl 17 November 2010, tetapi Muhamadiyah menetapkan pada tanggal 16 November 2010 (sama dengan di Masjidil Haram). Sehubungan dengan adanya perbedaan tsb, bolehkah kita mengikuti salah satu ketetapan mereka atau apakah kita wajib mengikuti ketentuan pemerintah atau MUI?

Jazakumullahu khairan katsiira

Herbono Utomo

Jawaban : Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh

Ulama sepakat bahwa penetapan awal bulan hijriyah adalah dengan rukyah (melihat hilal). jika rukyah itu tidak mungkin maka menggenapkan bulan itu menjadi 30 hari. hal tersebut didasari oleh sabda Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- :

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ
Artinya : "Puasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan iftharlah kalian karena melihatnya (pula), jika mendung menutupi maka genapkan 30." (HR At-Tirmidzi)

Perbedaan penetapan iedul fitri adalah hal yang lumrah terjadi, karena setiap tempat (daerah/negara) memiliki mathla' (munculnya hilal) sendiri-sendiri. maka sering kita temui perbedaan antara Muhammadiyah dan NU dalam menentukan iedul fitri. perbedaan tersebut juga didasari karena perbedaan standar penghitungan hisab yang mereka gunakan. ini dalam penentuan iedul fitri.

Akan tetapi, MUI baru-baru ini menentukan iedul adha yang berbeda dengan yang lainnya. tidak hanya berbeda dengan yang ditentukan Muhammadiyah, tapi juga berbeda dengan yang ditentukan di Mekkah.

Dasar perbedaan MUI dan yang lainnya adalah perbedaan pada jumlah hari pada bulan Dzul Qo'dah (bulan sebelum Dzul Hijjah). MUI memutuskan bahwa jumlah hari bulan Dzul Qo'dah adalah 30 hari setelah menyatakan bahwa hilal tidak wujud pada hari 29nya.

- Harus Ikut Keputusan Siapa perihal Iedul Adha?

Belum banyak diketahui oleh kebanyakan masyarakat muslim tentang bagaimana menentukan iedul adha. jika iedul fitri ditentukan dengan rukyah hilal, dan iedul adha juga dengan rukyah (pada penentuan jumlah hari dibulan Dzul Qo'dah). akan tetapi yang membedakan keduanya adalah tentang siapa yang menentukan.

Hari iedul fitri ditentukan oleh setiap tempat, walaupun berbeda karena dibeberapa tempat memiliki mathla' yang berbeda. sedangkan iedul adha ditentukan dan mengikuti mathla' mekkah. berdasar dari hadits Amir Mekkah Al-Harits bin Hathib berkata :

عَهِدَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ نَنْسُكَ لِلرُّؤْيَةِ فَإِنْ لَمْ نَرَهُ وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا
Artinya : "Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- telah berpesan kepada kita untuk melaksanakan manasik (haji) karena melihatnya. jika kami belum melihatnya maka persaksian dari dua orang adil." (HR Abu Daud dan Ad-Daruquthni)

Hadits diatas menetapkan bahwa manasik haji ditetapkan dengan rukyah ahli mekkah pada bulan Dzul Qo'dah. dan iedul adha terletak setiap tanggal 10 Dzul Hijjah. jadi ketika ahlu mekkah menetapkan jumlah bulan Dzul Qo'dah adalah 29 hari (pada tahun ini) berarti awal Dzul Hijjah bertepatan pada 7 November. dan iedul adha bertepatan dengan tanggal 16 November.

Jika iedul adha kita di Indonesia berbeda dengan mekkah, iedul adha kita mundur satu hari (yaitu bertepatan dengan 17 November), lalu apa gunanya puasa Arafah (9 Dzul Hijjah - di Indonesia bertepatan dengan 16 November sedangkan di Mekkah pada 15 November) di negara kita? karena puasa arafah disyariatkan karena dan untuk menghormati jama'ah haji yang sedang wuquf di Arafah. sedangkan wuqufnya jama'ah haji di Arafah telah berlangsung sehari sebelumnya?!

Apakah tepat kita yang di Indonesia melaksanakan puasa Arafah sedangkan jama'ah haji di Mekkah telah melempar jumrah kubra dan menyembelih kurban? saya rasa tidak tepat. maka dari itu penentuan iedul adha harus mengikuti ahli Mekkah dan bukan Muhammadiyah ataupun MUI.

wallahu a'lam