Jumat, 23 Maret 2012

Pengertian dan Pembagian Thaharah

A. Pengertian Thaharah
Thaharah atau bersuci menduduki masalah penting dalam Islam. Boleh dikatakan bahwa tanpa adanya thaharah, ibadah kita kepada Allah SWT tidak akan diterima. Sebab beberapa ibadah utama mensyaratkan thaharah secara mutlak. Tanpa thaharah, ibadah tidak sah. Bila ibadah tidak sah, maka tidak akan diterima Allah. Kalau tidak diterima Allah, maka konsekuensinya adalah kesia-siaan.
B. Pembagian Jenis Thaharah
Kita bisa membagi thaharah secara umum menjadi dua macam pembagian yang besar.
1. Thaharah Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakain dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah secara hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis.
Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing, tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian secara hakiki.
Thaharah secara hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel, baik pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah ritual. Caranya bermacam-macam tergantung level kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup dengan memercikkan air saja, maka najis itu dianggap telah lenyap. Bila najis itu berat, harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najis itu pertengahan, disucikan dengan cara mencucinya dengan air biasa, hingga hilang warna najisnya. Dan juga hilang bau najisnya. Dan juga hilang rasa najisnya.
2. Thaharah Hukmi
Sedangkan thaharah secara hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotornya secara pisik. Bahkan boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran pada diri kita. Namun tidak adanya kotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu dipandang bersih secara hukum. Bersih secara hukum adalah kesucian secara ritual.
Seorang yang tertidur batal wudhu’-nya, boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu’ bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan lainnya.
Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah mencuci maninya dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai dari mandi janabah.
Jadi secara thaharah secara hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara pisik memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakukan ritual ibadah.
Thaharah secara hukmi dilakukan dengan berwudhu’ atau mandi janabah.
***
Contoh masalah:
Pertanyaan:
Pak Ustadz bolehkah kita mengambil air wudhu saja kala kita dalam keadaan punya hadats besar? Terima kasih pak Ustadz.
Jawaban :
Dalam fiqih kita mengenal istilah hadats yang tebagi menjadi dua, yaitu hadats kecil dan hadats besar.
Hadats kecil terjadi bila melakukan hal-hal tertentu seperti buang air kecil atau besar, terkena najis, muntah, kentut dan sebagainya. Sedangkan hadats bersar terjadi bila seseorang keluar mani, hubungan seksual meski tidak keluar mani, haidh, nifas dan seterusnya.
Hadats kecil bisa diangkat (disucikan) dengan berwudhu sedangkan hadats besar dengan mandi janabah. Namun dalam kasus darurat tertentu, tayammum yang asalnya pengganti wudhu bisa mengangkat hadats besar juga.
Jadi hadats besar tidak bisa diangkat (disucikan) dengan wudhu karena wudhu hanya untuk mengangkat hadats kecil. Sebaliknya, mandi janabat bisa untuk mengangkat hadats besar dan kecil sekaligus. Karena paling tidak dalam praktek mandi janabat itu ada praktek wudhu’nya sekaligus.
Namun memang Rasulullah SAW menganjurkan bagi mereka yang telah selesaui melakukan aktifitas seksual dengan istrinya tapi masih enggan untuk mandi janabah, untuk berwudhu saja sebelum tidur di malam itu. Atau bila ingin mengulangi aktifitas seksual berikutnya. Namun wudhu ini tentu saja tidak mengangkat hadats besarnya. Jadi sekedar sunah namun fungsinya tetap tidak bisa menggantikan posis mandi janabat yang bisa mengangkat hadats besar.
(sumber syariah online)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar